FIQIH IBADAH
PERADILAN 1
F 2
07.30 – 09.10
DRS. MUNIR SALIM M.H
ABDUL
HALM TALLI, SAg . MAg
150 282 232
AMIR SYAM
MARSUKI
101 001 08 007
UIN ALAUDDIN
2008/2009
IBADAH
A. Pengertian Ibadah.
Ibadah menurut bahasa adalah:
taat, patuh, menurut atau mengikut (bukankah Allah telah memerintahkan wahai
bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaithan, sesungguhnya syaithan itu musuh
yang nyata bagi kamu). (sesungguhnya orang – orang yang menyombongkan diri maka
masuk keneraka jahannam).
B.Ruang Lingkup Bahasa dan Sistematisnya.
Ibadah adalah penyembahan seorang hamba
kepada Tuhan yang dilakukan diri dengan serendah – rendahnya dengan hati yang
ikhlas menurut cara – cara yang telah ditentukan oleh agama. Sebagaimana yang
terdapat dalam Surah Annisa’ ayat 36 :
(Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang Ibu Bapak, karib-kerabat,
anak – anak yatim, orang – orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang – orang yang sombong dan membangga – banggakan diri).
Dan juga terdapat dalam Surah Azzariat ayat 56 :
(dan Aku tidak meciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku).
Surah Al-Baqarah ayat 21 :
(dan Aku tidak meciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku).
Surah Al-Baqarah ayat 21 :
(Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang –
orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa).
Semua hukum – hukum yang
dipetik dari Al-Qur’an dan Sunnah melalui pemahaman dan ijtihad (Istimbat
hukum) yang sempurna yang menyangkut hubungan mukallaf.
Termasuk lagi didalamnya
Ibadah itu adalah segala bentuk hukum yang disyariatkan. Para serjana hukum
Islam membahas ibadah murni yang menyangkut hamba dengan Tuhan. Aturan – aturan
khusus yang isinya ibadah misalnya bersuci, shalat, zakat, puasa, dan haji.
Aturan yang menjadi syariat dalam Islam mengandung peranan dan tingkat kedudukan apakah itu unsur perintah atau larangan dalam Islam yang wajib dipatuhi oleh orang Islam.
Aturan yang menjadi syariat dalam Islam mengandung peranan dan tingkat kedudukan apakah itu unsur perintah atau larangan dalam Islam yang wajib dipatuhi oleh orang Islam.
C.
Hakikat dan Hikmah Ibadah.
HAKIKAT IBADAH.
Hakikat adalah yang sesungguhnya, inti, pokok,
atau yang dasar.
Hakikat adalah segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai denagn pokok dasar inti, sesungguhnya itulah yang disebut dengan hakikat.
Hakikat ibadah adalah segala sesuatu perbuatan atau tindakan atau perilaku bagi orang Islam yang dilaksanakan dengan penuh atau sesungghnya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Pada hakikatnya ibadah itu adalah ketaatan untuk melaksanakan perintah atau larangan yang menjadi kewajiban orang isalam untuk memenuhi kewajiban tersebut dalam rangka penyempurnaan akhlakul karimah. Oleh karena itu setiap perintah atau larangan yang kita kerlakan harus dilandasi dengan islam, iman, ichsan (jati diri).
Apabila kita laksanakan suatu perintah dengan berdasar pada tiga kriteria tersebut maka kita akan memenuhi jti diri sebenanya. Dengan demikian penilaian terhadap seseorang tergantung pada tiga ciri tersebut seperti yang terdapat pada kalimat – kalimat syahadat, tauhid, maupun syahadat Rasulullah SAW.
Bahwa apabila seseorang telah bersaksi kepada Tuhannya dan meyakini tiada Tuhan selain Allah maka itu akan selalu mendorong untuk mngerjakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya serta akan menjaga perintah Rasulullah SAW. Seperti yang terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat 5 :
(dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali menyambah Allah demi memurnikan kepadanya).
Hakikat adalah segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai denagn pokok dasar inti, sesungguhnya itulah yang disebut dengan hakikat.
Hakikat ibadah adalah segala sesuatu perbuatan atau tindakan atau perilaku bagi orang Islam yang dilaksanakan dengan penuh atau sesungghnya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Pada hakikatnya ibadah itu adalah ketaatan untuk melaksanakan perintah atau larangan yang menjadi kewajiban orang isalam untuk memenuhi kewajiban tersebut dalam rangka penyempurnaan akhlakul karimah. Oleh karena itu setiap perintah atau larangan yang kita kerlakan harus dilandasi dengan islam, iman, ichsan (jati diri).
Apabila kita laksanakan suatu perintah dengan berdasar pada tiga kriteria tersebut maka kita akan memenuhi jti diri sebenanya. Dengan demikian penilaian terhadap seseorang tergantung pada tiga ciri tersebut seperti yang terdapat pada kalimat – kalimat syahadat, tauhid, maupun syahadat Rasulullah SAW.
Bahwa apabila seseorang telah bersaksi kepada Tuhannya dan meyakini tiada Tuhan selain Allah maka itu akan selalu mendorong untuk mngerjakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya serta akan menjaga perintah Rasulullah SAW. Seperti yang terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat 5 :
(dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali menyambah Allah demi memurnikan kepadanya).
Hikmah Ibadah.
Hikmah disyariatkannya
ibadah terulang pada manusia yang melaksanakannya karena keTuhanan Allah SWT
tidak akan terpengaruh oleh makhluknya sekalipun semua makhluk pada ingkar dan
berdosa tidak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan Allah SWT.
Sudah menjadi ketentuan
dalam kehendak Tuhan bahwa tiap – tiap makhluk ciptaan Tuhan yang bernyawa
selalu dibekali potensi berupa baik dan jahat, akal dan pikiran, dan menjadi
senjata yang ampuh untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat maupun
menjalankan perintah atau larangan Allah SWT. Termasuk kewajiban beribadah
kepada Allah SWT adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri baik ibadah
khusus maupun umum. Karena itu gunakanlah akal pikiran sebaga karunia Allah
untuk dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu menyembah Allah SWT.
Agar ibadah dapat diterima Allah SWT
hendak dengan cara sebagai barikut :
a)
Niat
(memperbaiki niat, merendahkan dri tunduk dan taat dalam perintah hanya karena Allah
semata).
Ikhlas (hendaklah ibadah itu bukan mengharapkan imabalan dari Allah SWT tetapi kerjakan karena perintahnya).
Ikhlas (hendaklah ibadah itu bukan mengharapkan imabalan dari Allah SWT tetapi kerjakan karena perintahnya).
b)
Meninggalkan
Riya’ (melakukan ibadah karena malu pada sesame manusia atau kaena mau dilihat
oleh orang lain).
c)
Bermuraqabah
(yakni bahwa Tuhan melihat dan Tuhan selalu ada di samping kita sehingga kita
selalu melakukan ibadah).
d)Jangan keluar dari wkatu (melaksanakan ibadah dalam
waktu yang tertentu dan sedapat mungkin dikerjakan pada awal waktu).
D. Hubungan Ibadah dengan Iman.
E. Macam – Macam Ibadah.
a. Ibadah Khasanah.
Ibadah khasanah adalah ibadah yang telah ditentukan ketentuannya oleh agama seperti shalat, puasa, dan zakat.
Ibadah khasanah adalah ibadah yang telah ditentukan ketentuannya oleh agama seperti shalat, puasa, dan zakat.
b. Ibadah Umum.
Ibadah umum adalah semua ibadah yang dilakukan dengan niat yang baik dan hanya semata – mata karena Allah seperti maka, minum, dll, yang dilakukan demi kesehatan jasmani dan rohani.
Ibadah umum adalah semua ibadah yang dilakukan dengan niat yang baik dan hanya semata – mata karena Allah seperti maka, minum, dll, yang dilakukan demi kesehatan jasmani dan rohani.
# Dari segi berkaitan dengan pelaksanaanya.
- Ibadah jasmani dan rohaniah.
- Ibadah ruhiyah dan harta.
- Ibadah jasmani, ruhiyah, dan harta. Contohnya zakat.
- Ibadah jasmani dan rohaniah.
- Ibadah ruhiyah dan harta.
- Ibadah jasmani, ruhiyah, dan harta. Contohnya zakat.
# Dilihat dari kepentingan perorangan atau masyarakat.
- Ibadah fardhu.
- Ibadah ijtimaih (zakat dan haji).
- Ibadah fardhu.
- Ibadah ijtimaih (zakat dan haji).
# Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya.
- Ibadah berupa perkataan / ucapan lidah. Misalnya berdo’a dan berzikir.
- Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliput shalat, zakat, haji.
- Ibadah yang tidak tertentu bentuknya (beramal).
- Ibadah yang berupa menahan diri, ihram, puasa, ijtihad.
- Ibadah berupa perkataan / ucapan lidah. Misalnya berdo’a dan berzikir.
- Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliput shalat, zakat, haji.
- Ibadah yang tidak tertentu bentuknya (beramal).
- Ibadah yang berupa menahan diri, ihram, puasa, ijtihad.
# Dilihat dari batas pelaksanaanya.
- Ibadah muaqqad yaitu yang dikaitkan dengan syarat dengan waktu tertentu dan batas – batasnya seperti shalat, puas.
- Gairuh muaqqad yaitu ibadah yang tidak dikaitkan oleh waktu dan syarat misalnya infaq dan sedeqah.
- Ibadah muaqqad yaitu yang dikaitkan dengan syarat dengan waktu tertentu dan batas – batasnya seperti shalat, puas.
- Gairuh muaqqad yaitu ibadah yang tidak dikaitkan oleh waktu dan syarat misalnya infaq dan sedeqah.
# Dilihat dari segi batas- batasnya.
- Ibadah muaddat yaitu ibadah yang dibatasi kadarnya oleh syarat. (Shalat dan Zakat).
- Ibadah gairuh muaddat yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh syarat mengeluarkan harta dijalan Allah.
- Ibadah muaddat yaitu ibadah yang dibatasi kadarnya oleh syarat. (Shalat dan Zakat).
- Ibadah gairuh muaddat yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh syarat mengeluarkan harta dijalan Allah.
NIAT
A.
Pengertian Niat.
Niat adalah cetusan hati untuk melaukan
sesuatu perbuatan bergandengan dengan awal perbuatan. Semua perbuatan tidak sah
atau tidak diterima kecuali disertai dengan niat.
B.
Macam – macam Niat.
- Niat merndahkan diri yaitu niat yang menyatakan kerendahan dan ketundukan.
- Niat taat adalah melakukan ibadah dengan maksud memperoleh pahala.
- Niat qurban adalah melakukan ibadah dengan maksud memperoleh pahala.
THAHARA DAN BERSUCI
A. Thaharah atau
Bersuci.
Pengertian thaharah dan pembagiannya.
Menurut bahasa atau logawi thaharah
adalah bersih. Sedangkan menurut istilah bersih dari hadas dan najis yang telah
ditentukan dengan syarah atau menghilangkan najis dengan berwudhu, mandi dan
tayammum.
Oleh Syekh Ibrahim Al-Bajuri.
Thaharah ialah pekerjaan yang memperbolehkan shalat seperti mandi, wudhu dan
tayammum.
Dan defenisi diatas menunjukkan
bahwa thaharah itu adakalanya mengandung hakikat yang sebenarnya seperti bersuci
degan air atau menurut hukum bersuci dengan thaharah ketika bertayaumum.
Dalam fikhi Islam pebahasan mengenai
thaharah mencakup dua pokok bahasan yang bersuci dari najis dan bersuci dari
hadas.
Pada dasarnya agama Islam mengajarkan
kebersihan, sebagai realisasi dari pelaksanaan kebersihan. Karena Islam adalah
agama yang mementingkan kebersihan, seperti yang tertera dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 222.
(Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh maka katakanlah haidh itu adalah kotoran. Oleh karena
itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita yang haidh, dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang – orang yang beertaubat dan menyukai orang – orang yang
mensucikan diri).
B. Pembagian
Thaharah.
Pada garis besarnya dibedakan
menjadi dua bentuk :
- Bersuci Bathin.
Membersihkan diri dari dosa dan maksiat yang dimaksudkan dengan cara bertaubat dengan sungguh – sungguh dari segala dosa maksiat, kemusyrika, keraguan dll. - Bersuci Lahir.
Membersihkan dirir dari hadas dan najis, baik hadas kecil maupun hadas besar.
C. Macam – macam
Alat Bersuci dari Hadas dan Najis.
Pada prinsipnya alat bersuci itu
adalah air, namun air dalam kedudukannya sebagai alat bersuci dibedakan dalam
beberapa macam.
- Air mutlak.
- Air hujan.
- Air yang makruh penggunaannya.
D. Cara bersuci
dari hadas.
- Apabila orang yang didalam keadaan hadas kecil harus mensucikan diri dengan wudhu atau tayammum sebelum shalat.
- Apabila hadas besar maka diwajibkan untuk mandi.
E. Cara
Bersuci dari Najis.
Untuk bersuci dari najis maka perlu
ditinjau dari najis yang akan dibersihkan.
Ø Najis muhaffafah yaitu najis yang ringan berupa
kencing anak laki – laki yang masih kecil atau bayi yang belum makan selain air
susu Ibu.
Ø Najis muthawassithah yaitu segala sesuatu yang
keluar dari dubul dan dubur, kecuali mani juga kotoran binatang dan bangkai
selain bangkai manusia, belalang dan ikan.
Ø Najis mugallazah yaitu najis anjing dan babi.
F. Hikmah
Bersuci.
v Pada umumnya benda – benda najis baik dari
dalam maupun dari luar tubuh manusia banyak mengandung bibit penyakit yang
dapat membawa mudarat bagi manusia, dengan bersuci berarti telah mencegah
penyakit.
v Dengan melakukan syaiat bersuci berarti
menambah keyakinan diri sendiri.
v Dengan melaksanakan syariat bersuci dengan
berisi ketentuan dan adap dengan penuh kesadaran dan kedisiplinan akan
memprtinggi harkat manusia.
v Sebagai hamba Allah SWT kita harus mengabdi
kepaada-Nya, dan salah satu syarat sahnya ibadah adalah bersuci.
WUDHU, MANDI DAN TAYAMMUM
WUDHU.
A. Pengertian Wudhu.
Wudhu menurut bahasa adalah bersih
dan suci. Sedangkan menurut istilah membasuh anggota badan tertentu setiap
ingin malakukan ibadah terutama shalat dan ibadah - ibadah lainnya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam
Surah Al-Maidah ayat 6 (Hai orang – orang yang beriman apabila hendak kamu
melaksanakan shalat, basulah mukamu, dan tangnmu sampai siku, kepalamu dan kaki
sampai mata kakimu).
B. Syarat, Rukun
dan Sunnah Wudhu.
Syarat Wudhu.
·
Islam.
·
Tamyis (Orang yang dapat membedakan antar yang
baik dan yang buruk).
·
Dilakukan dengan air yang suci dan mensucikan.
·
Tidak ada yang menghalangi sampai air ke
anggota tubuh.
Rukun Wudhu.
·
Niat.
·
Membasuh
muka dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu dan antara kedua telinga.
·
Membasuh
kedua tangan sampai siku.
·
Mengusap
sebagin kepala.
·
Membasuh kaki
sampai mata kaki.
·
Tertib
berurutan cara mengerjakannya.
Sunnah Wudhu.
·
Membaca
basmalah.
·
Mencuci
kedua telapak tangan.
·
Membasuh
seluruh kepala.
·
Mengusap
kedua telinga dari dalam dan luar.
·
Mendahulukan
kanan dari kiri.
·
Menyela
jari tngan dan kaki.
·
Membasuh
tiap anggota tubuh tiga kali.
·
Menyela –
nyela dengan air janggutnya.
·
Membasuh
anggota tubuh melebihi dari fardhunya.
·
Tidak
berselang lama waktunya dengan mengerjakan anggota tubuh dengan lainnya.
·
Tidak
bicara sewaktu wudhu.
·
Berdo’a
setelah wudhu.
C. Hal – hal yang
Membatalkan Wudhu.
¨
Berhadas.
¨
Keluar
angin.
¨
Keluarnya
kotoran dari dubul dan dubur.
¨
Hilang
akal.
MANDI
A. Pengertian
Mandi.
Dalam syariat Islam dianjurkan mandi setelah melaksanakan sesuatu
hal tertentu. Seperti halnya bila badan kena najis. Dan juga diwajibkan mandi
seperti menghilangkan hadas besar dan kotoran untuk mensucikan badan sebelum
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT selain itu juga disyariatkan mandi sekali
seminggu apabila hendak melaksankan shalat jum’at.
B. Syarat dan
rukun mandi.
a.
Membasuh
tangan.
b.
Membersihkan
najis pada tangan.
c.
Menyiram
rambut sambil menyilaminya dengan tangan.
C. Fardhu Mandi.
a.
Niat (Dengan
sengaja untuk menghilangkan hadas besar) yang dilakukan dengan membasuh anggota
pertama, kalaupun niat dilakukan setelah mambasuh anggota pertama maka wajib
diulangi. Adapun niat mandi besar. Apabila mandi karena haid atau nifas atau
yang lainnya maka disesuaikan dengan penyebabnya.
b.
Menghilangkan
najis yang ada pada badan.
c.
Meratakan
penyiramn air pada rambut dan kulit. (Dibawah tiap – tiap rambut terdapat
janabat maka cucilah rambut itu dan bersihkanlah).
D. Sunnat Mandi.
a.
Membaca
basmalah.
b.
Beristinja.
c.
Berwudhu
sebelum mandi.
d.
Membasuh
anggota tubuh tiga kali.
e.
Membasuh
secara terus menerus tidak terpisahkan.
E. Sebab – sebab mandi wajib.
a.
Bersenggama
baik keluar mani atau tidak.
b.
Keluar
mani baik sengaja karena syahwat maupun tidak sengaja karena mimpi.
c.
Meninggal
kecuali yang mati syahid.
d.
Haid darah
yang keluar, yang keluar dari rahim dalam keadaan sehat.
e.
Melahirkan.
f.
Nifas, darah
yang keluar setelah melahirkan.
F. Mandi Sunnat.
a.
Mandi
jum’at.
b.Mandi kedua hari raya.
c.
Mandi
kerena sholat gerhana.
d.Mandi setelah memandikan mayat.
e.
Mandi bagi
orang masuk Islam.
f.
Mandi bagi
orang yang baru sembuh dari penyakit gila.
g.
Mandi bagi
orang yang akan berihram.
h.
Mandi
ketika akan wukuf di Arafah.
i.
Mandi
ketika akan masuk ke kota Mekkah.
j.
Mandi
ketika akan tawaf baik Qudhu,wadha dan Iradah.
TAYAMMUM.
A.Pengertian
Tayammum.
Menurut bahasa adalah munuju, manyengaja. Sedangkan menurut istilah
adalah menyengja mengunakan tanah untuk mngusap muka dan kedua tangan sampai
siku dengan sayarat –syarat tertentu.
Tayammum sebagai penggati wudhu dan
mandi merupakan keringanan alam rukhsah dari Allah SWT agar manusia tetap
melaksanakan shalat dan ibadah yang harus dilaksaaan dangan tayammm bila sulit
memakai air, sebagaimana firman Allah surah Annisa ayat 43 (Dan jika kamu sakit
dari perjalan atau datang dari tempat buang air atau telah menyentuh perempuan
dan tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan tanah yang suci sapulah
mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun).
Kemudian sabda Rasulullah SAW
(seluruh bumi dijadikan bagimu dan bagi ummatku sebagai mesjid dan alat bersuci
dan dimana shalat itu memenuhi salah seorang diantara ummatku disisinya
terdapat alat untuk bersuci).
B. Syarat dan
Rukun Tayammm.
1. Syarat Tayammum.
1.
Adanya
unsur sebab bepergian atau sakit.
2.
Sudah
masuk waktu shalat.
3.
Sudah
berusaha cari air pada saaat masuk waktu shalat.
4.
Meghilangkan
najis yang mungkin terlihat pada tubuh saat mau melaksanakan tayammum.
5.
Adanya
halangan untuk menggunakan air.
6.
Memakai
debu atau tanah yang suci.
2. Rukun Tayammum.
1.
Niat.
2.
Mengusap
Muka dengan debu dua kali.
3.
Mengusap
kedua tangan sampai siku.
4.
Tertib.
C. Sunnah
Tayammum.
a.
Membaca
basmalah.
b.
Mendahulukan
yang kanan dari yang kiri.
c.
Menipiskan
debu.
d.
Dilakukan
secara beratur.
e.
Membaca
dua kalimat syahadat.
D. Hal – Hal yang
Membatalkan Tayammum.
a.
Segala
yang membatalkan wudhu.
b.
Melihat
air dalam melaksanakan shalat.
c.
Murtad.
SHALAT
A. Pengertian
Shalat.
Kata shalat berasal dari bahasa Arab
yang digunakan untuk beberapa arti yang berarti do’a sebagaimana firman Allah
SWT dalam surah Attaubat (103) yang artinya “Ambillah zakat yang sebahagian
harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendo’alah untuk mereka”.
Shalat juga dapat berarti rahmat
sebagaimana firman dalam sura al-azhab (43) yang artinya “Dialah yang memberi
rahmat kepadamu dan malaikatnya memohon ampun untukmu supaya dia mengeluarkan
kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang”.
Pengertian shalat menurut syarat
adalah bentuk ibadah yang terdiri atas perbuatan dan perkataan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Shalat dalam Islam menempati
kedudukan tertinggi dibandingkan ibadah – ibadah lainnya karena shalat
merupakan tiang agama.
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
“shalat adalah tiang agama (H.R Albaihaqi)”.
Adapun pengertian lain shalat ialah
mengahadapkan jiwa dan rasa kepada Allah SWT karena tqwa hamba kepada Tuhannya
mengagumkan kebesaranNya dengan khusyuk dan ikhlash dalam bentuk perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara –
cara yang telah ditentukan.
B. Tujuan Shalat.
Dalam kehidupan sehari – sehari yang penuh dengan problem hidup yang
sangat kompleks yang selalu menggoda nafsu dan bathin maka shalat merupakan
sarana yang sangat ampuh untuk menenangkan hati memberikan kekuatan jiwa dan
bathin dalam menghadapi problema hidup.
Karena shalat yang khusyuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
SWT disamping itu juga akan mendapatkan imbalan berupa ketentraman dan
kebahagiaan hidup di dunia dan juga berupa pahala di akhirat kelak.
C.Macam – macam
Shalat.
Bila ditinjau dari hukum melaksanakannya maka shlalat terbagi menjadi
dua yaitu:
a.
Shalat
fardhu.
Shalat fardhu atau wajib ialah shalat yang harus di kerjaan dan
tidak boleh di tinggalkan, apabila di kerjakan mendapat pahala dan di
tinggalkan mendap dosa.
Shalat fardhu terbagi dua :
·
Fardhu
‘Ain .
Fardhu A’in yaitu
shalat yang harus dikerjakan oleh setiap individu.
·
Fardhu
kifayah.
Fardhu kifayah
adalah shalat yang di kerjakan sseorang saja dan yang lainnya sudah terlepas
tanggungannya.
Firman allah SWT
dalam surat Annisa (103) yang artinya “sesungguhnya shalat itu telah di tentukan
waktunya atas orang-prang yang beriman”.
b.
Shalat
sunnat.
Ialah shalat yang dianjurkan, untuk mengerjakannya
diberi pahala bagi orang yang kerjakan dan yang meninggalkannya tidak apa-apa.
Adapan pembagian shalat sunnat ialah:
·
Shalat
sunnat rawatib.
Shalat sunnat rawatib ialah shalat yang
di kerjakan menyertai shalat fardhu baik sesudah atau sebelumnnya. Shalat
sunnat sunnat rawatib adalah penting yang selalu di kerjakan Rasulullah SAW
baik sesudah atau sebelum fardhu.
Shalat sunnat rawatib
terbagi atas:
o
Muakkad
(penting).
2
rakaat sebelum dhuhur.
2
rakaat sesudah dhuhur.
2
rakaat sesudah isya.
2
rakaatsesudah magrib.
2
rakaat sebelum subuh.
o
Ghuiru muakkad.
2
rakaat sebelum dhuhur.
2
rakaat sesudah dhuhur.
4
rakaat sebelum ashar.
2
rakaat sebelum magrib.
2
rakaat sebelum isya.
·
Shalat
yang bersebab.
Shalat sunnat bersebab yaitu shalat yang di lakukan
karena ada sebab-sebab tertentu seperti: shalat gerhana matahari, shalat
istisqa.
·
Shalat duha.
Shalat duha yaitu
shalat yang dilaksanakan pada pagi hari dengan dua rakaat sampai tidak
terbatas.
·
Shalat sunnat
muthlak.
Shalat muthlak yaitu
shalat sunnat yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah
SWT, tidak tertentu waktunya kecuali pada waktu yang terlarang dan rakaatnya
tidak terbatas.
·
Shalat
sunnat wudhu.
Shalat sunnat wudhu yaitu
shalat sunnat yang dilaksanakan setelah mengerjakan wudhu.
·
Shalat
sunnat taubat.
Shalat sunnat taubat yaitu
shalat yang dilaksanakan dua rakaat untuk memohon ampun atas dosa- dosa yang
telah dilakukan.
·
Shalat
sunnat tasbih.
Shalat sunnat tasbih yaitu
shalat sunat dua rakaat yang dilakukan dengan maksud memuji Allah SWT dengan
memperbanyak tasbih,tahmid dan takbir.
·
Shalat
sunnat malam.
Shalat sunnat malam yaitu
shalat yang dilakukan pada malam hari contohnya:
o
Shalat
tarwih.
o
Shalat
witir.
o
Shalat
tahajjud.
·
Shalat
hari raya.
·
Shalat
tahyatul masjid.
D. Rukun shalat.
a. Niat.
b. Berdiri.
c. Membaca surah Al-fatiha.
d. Rukuk.
e. Bangun dari rukuk.
f. Sujud dengan tumaninah.
h. Duduk diantara dua sujud dengan
tumaninah.
i. Duduk akhir membaca tasyahud dan
shalawat.
j. Mengucapkan salam.
k.Tertib.
E. Sunnat-sunnat
shalat.
a.
Mengangkat
kedua tangan sejajar dengan telinga, telapak tamgan kanan sejajar dengan tangan
kiri.
b.
Membaca doa
iftitah.
c.
Ta’uz.
d.
Membaca
amin.
e.
Membaca
surah al-quran pada dua rakaat permulaan sesudah membaca al-fatiha.
f.
Membaca
takbir pada tiap gerakan tertentu.
g.
Membaca
tasbih.
h.
Membaca
sami’allahu liman hamida.
i.
Meletakkan
telapak tangan pada waktu awal atau akhir tasyahud.
j.
Melipat
kaki kiri kekanan diatas telapak kaki kiri.
k.
Membaca
do’a ketika duduk diantara dua sujud
l.
Duduk tawadu’
pada waktu tasyahud.
m.
Membaca
do’a setelah shalwat pada duduk terakhir.
n.
Membaca
salam kedua dan memalingkan muka kekiri dan kekanan.
KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH DAN HUKUMNYA
Shalat jama’ah adalah shalat yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih salah satunya menjadi imam dan yang lain
menjadi makmum.
Keutamaan dilihat dari hadis Nabi
SAW yang artinya “shalat jama’ah lebih utama disbanding shalat sendirian dan
perbandingannya sabanyak 27 derajat”.
Shalat jama’ah yang
dilakukanlebih uatama dilakukan di mesjid kesuali shalat sunnat. Para ulama’
berbeda pendapat mengenai hukum shalat berjama’ah sebagian ulama’ berpendapat
bahwa hukum shalat berjama’ah adalah sunnat muakkad, kebanyakan ulama’ Malikiah
berpendapat fardhu kifayah, kebanyakan ulama’ syafi’iah berpendapat fardhu
a’in.
Cara melaksanakan
shalat berjaa’ah memiliki cara- cara tertentu yang haus diikuti antara lain:
- Jika makmum hanya seorang, maka dia disebelah kanan, dan jika lebih dari seorang maka berbaris atau bershaf dibelakang imam sehingga imam berada pada tengah shaf mereka.
- Shaf hendaknya diratakan dan dirpapatkan serta tidak membuat shaf yang baru sebelum shaf didepan terpenuhi.
- Apabila makmum tertidiri dari anak – anak dan perempuan maka laki – laki menempati shaf didepan kemudian diikuti anak – anak dan baris belakang shaf perempuan.
- Gerakan makmum sejak tekbiaratul ihram sampai selesai selalu mengikuti garakan shalat imam dan tidak boeh mendahului imam.
- Apabila seseorang mendapati imam masih mengerjakan shalat hendaklah ia langsung takbiratul ihram mengikuti shalat imam kalau dia dapat mengikuti rukuknya maka dihitung telah mngikuti rakaat yang telah dilakukan itu. Kemudian apabila imam telah selesai shalat dan makmum yang datang terlambat belum sempurna bilangan rakaatnya maka dia harus berdiri dan bertakbir untuk menyelesaikan kekurangan rakaatnya.
- Ketika imam membaca ayat atau Al-Qur’an dengan suara keras maka makmum tidak usah membacanya melainkan harus mendengarkannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam S.Al - A’raf (244).
Makmum tetap diwajibkan membaca surah Al – Fatihah dalam
setiap rakaat meskipun imam mengeraskan suaranya. Dalam membaca fatihah makmum
menyambung dengan Amin.
Apabila terjadi
kekliruan pada perbuatan dan bacaan imam hendaknya makmum mengingatkan imam
yang keliru dengan membaca tasbih subhanallah
bagi makmum lain dan bertepuk tangan bagi makmum perempuan.
SUJUD SYAHWI DAN SUJUD TILAWAH
Sujud syahwi adalah sujud yang
dilakukan karena kelupaan dalam shalat. Caranya adalah sujud dua kali sebelum
atau sesudah salam dengan mengucapkan takbir “Maha Suci Allah yang tidak tidur
dan mengantuk”.
Apabila hal yang terlupakan itu
diketahui sebelum mengucapkan salam maka sujud syahwi dilakukan sebelum salam
dan apabila diketahui sesudah salam maka sujud syahwi dilakukan sesudah salam.
Ada beberapa ketentuan atas sebab –
sebab dilakukannya sujud syahwi, karena melupakan antara lain:
- Apabila rakaat sembahyang tidak sempurna dan telah diketahui maka harus penyempurnaannya terlebih dahulu shalatnya dan setelah shalat baru dilakukan sujud syahwi.
- Jika seorang mengerjakan shalat dan lupa akan bilangan rakaatnya yang elah dikerjakan hendaklah mengambil yang diyakini yang tersedikit dan kemudian sebelum salami ia disunnahkan sujud ayahwi. Apabila jumlah rakaatnya lebih dan diketahui sesudah salam, bersamaan diketahuinya hal itu maka pada saat itu dilakukan sujud syahwi.
Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan dalam shalat ketika
membaca ayat sajadah dalam bacaan
Al-Qur’an. Sujud tilawah hukumnya sunnat, sesuai dengan sabdah Nabi SAW yang
artinya “Nabi SAW mambaca Al-Qur’an maka dibaca sebuah surah yang didalmnya
terdapat ayat – ayat sajadah kemudian beliau sujud dan kamipun ikut sujud
bersamanya”.
Syair Sabit menerangkan dalam fiqih
sunnah, ada beberapa surah yang memiliki ayat – ayat assajadah diantaranya:
- S.Q Al – A’raf (206).
- S.Q Annahl (49).
- S.Q Maryam (58).
- S.Q Al – Haj (37).
- S.Q Ar – Ra’du (15).
- S.Q Al – Isra’ (107).
- S.Q Al – Furqan (60).
- S.Q Shaf (24).
- S.Q An – Najm (62).
- S.Q Al – A’raf (15).
- S.Q As – Sajadah (15).
- S.Q Al – Fulsilat (37).
Cara melaksanakannya yaitu sujud sekali dengan bertakbir ketika akan
sujud dan bangun dari sujud.
Apabila dalam shalat berjamaah dibacakan ayat assajadah tersebut maka makmum mengikuti imam namun melakukansujud
tilawah mana kala imam melakukannya.
Bacaan dalam sujud tilawah adalah:
“wajahku sujud kepada Tuhan yang menjadikannya yang membuka
pendengaran dan penglihatan dan daya kekuatan maka berkah Allah sebaik – baik
berkah Sang Pencipta”.
MENKASAR DAN MENJAA’ SHALAT
Shalat kasar adalh shalat yang dipendekkan atau memendekkan jumlah
rakaat dari empat menjadi dua rakaat. Shalat kasar ini diperuntukkan bagi orang
yang dalam keadaan bepergian, berdasarkan firman Allah AWT dalam surah An-Nisa’
(101).
Shalat yang dapat dikasar hanya shalat fardhu yang empat rakaat,
sedang shalat yang lai tetap tidak boleh dikasar.
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang hokum mengkasar shalat fardhu.
Ulama’ Syafi’iah berpendapat mubah, Ulama’ Malikiah berpendapat sunnat muakkad,
Hanafiah wajib.
JENAZAH
A. Memandikan
Jenazah.
Apabila ada Muslim menggal dunia hendaknya kita segera mengunjngi keluarga yang ditinggalkan untuk berbela sugkawa atas musibah yang menimpahnya. Melaksanakan kewajiban terhadap jenazah karena pengurusan jenazah itu hukumnya fardhu kifayah yang dibebenkan kepada semua ummat Islam.
Apabila ada Muslim menggal dunia hendaknya kita segera mengunjngi keluarga yang ditinggalkan untuk berbela sugkawa atas musibah yang menimpahnya. Melaksanakan kewajiban terhadap jenazah karena pengurusan jenazah itu hukumnya fardhu kifayah yang dibebenkan kepada semua ummat Islam.
Memandikan jenazah untuk
membersihkan dan mensucikan jenazah dari kotoran yang melekat pada jazat
jenazah selama sakit sampapai meninggalnya sehingga dengan demikian dapat
menghadap Allah SWT dalam keadaan bersih dan suci.
Syarat – syarat memadikan jenazah:
a.
Jenazah
beragama Islam.
b.
Ada
tubuhnya walau sebagian.
c.
Jenazah
bukan mati syahid.
Hukum memandikan jenazah. Jumhur Ulama’ berpendapat adalah fardhu
kifayah. Jenazah yang wajib dimandikan adalah Muslim yang tidak gugur didalam
peperangan ditangan orang kafir.
Orang yang mati syahid tidak wajib
dimandikan tetapi kepadanya wajib dikafani dan dimakamkan tanpa dibasahi
sedikitpun walau dalam keadaan junub. Demikian pendapat Malikiah dan mazhab
Syafi’i.
Orang yang memandikan jenazah harus
mengatahui tatacara memandikan jenazah juga harus dipercaya agar tidak membuka
rahasia termasuk aurat jenazah yang dilihatnya dan sebaik – baiknya ialah yang
dekat hubungannya dengan jenazah.
Menurut Imam Malik dan Ahmad, suami
boleh memandikan istrinya. Menurut Imam Abu Hanifah suami tidak boleh
memandikan istrinya tetapi hanya mentayammumkan. Imam Syaifi’I berpendapat
bahwa apabila ditempat itu tidak terdapat perempuan maka ditayammumkan. Ibnu
Hasan tetap membolehkan memandikan oleh lawan jenis yang kira – kira dapat
dipercaya dan apabila ditempat itu tidak terdapat air barulah boelh
ditayammumkan.
Cara memnadikan jenazah:
- Menyiram air kesleuruh jazatnya dimulai dari bagian kepala kebagian tubuh wudhu dan keseluruhan jazat lainnya.
- Dimulai menyiram pada bagian jazat sebelah kanan kemudian sebelah kiri.
- Perutnya diremas – remas ditekan pelan – pelan untuk mengeluarkan kotoran yang ada didalamnya kecuali wanita hamil yang didalam perutnya ada janin yang sudah mati.
- Membersihkan semua kootorsn dan najis diseluruh jazat jenazah dengan sebersih – bersihnya dengan hat - hati khususnya pada bagian mahkota. Membersihkan mulut, gigi, hidung, telinga, kuku, kaki dan tangan.
- Rambut dan janggut disisir rapih, bila ada rambut yang tercabut dicampur kembali saat mengkafaninya.
- Jenazah perempuan yang panjang rambutya hendaknya dikepan tiga bagian saat dimandikan dan diurai kembali pada saat dikeramas kecuali rambut pendek maka todak usah dikepan.
- Memandikan jenazah hendaklah berkali – kali siramannya dengan jumlah bilangan ganjil misalnya 3x, 5x, 7x, dst sampai benar – benar bersih.
- Pada bilangan ganjil yang terakhir sebaiknya dicampur wangi – wangian atau kapur bagus.
- Bila selesai memandikan dan tiba – tiba ada kotoran yang keluar, kebanyakan ulama’ menganjurkan dibersihkan dengan kain atau semacamnya dan sebahgaian kecil ualama’ mewajibkan memandikan ulang sampai bersih.
- Apabila telah bersih dan selesai dimandikan maka jazat dikeringkan dengan handuk atau semacamnya agar kain kafan tidak basah.
- Bagi orang yang sudah memandikan jenazah dianjurkan yntuk mandi.
B. Mengkafani
Jenazah.
Mengkafani jenazah ialah meutup
aurat jenazah dengan kain putih sebagai penghormatan kepada ummat manusia.
Ketentuan mengkafani jenazah:
- Kain putih.
- Baik bersih dan halal.
- Dapat menutup seluruh jazad jenazah.
- Diberi wangi – wangian.
- Tidak perlu kain yang mahal dan berlebih – lebihan.
- Jenazah laki – laki disiapkan kain 3 lembar dan untuk wanita 5 lembar.
- Apabila telah berusaha mencari kain putih dan tidak ditemukan maka bias dengan kain warna lain, bahkan dalam keadaan terpakasa kain tidak diperbolehkan maka bolash menggunakan selain dari nahan kain misalnya tikar, kulit, kertas, atau daun kayu, dsb.
Pelaksanaan pengkafanan:
- Mengangkat jenazah dengan hati – hati dari tempat permandian dan dibaringkan diatas kain yang telah dihamparkan.
- Tutup dengan kain, kemudian diberikan kapas pada bagian badan atau lubang yang dianggap perlu terutama pada kemaluan, hidung, buah dada, telinga, mulut dan dubur.
- Posisi jenazah tetap pada sebelum dimandikan yakni melintang keselatan keutara seperti orang yang hendak shalat.
- Sebelum jenazah ditutup dan diikat, dibolehkan kerabat yang lain untuk menyaksikan atau menciumnya.
- Tutup dan selimuti enazah dengan rapih kemudian diikat dengan tali yang sudah disediakan dengan simpul terbuka.
- Mengikat pinggul dan kedua pahanya dengan kain.
- Pasangkan selimut kain dari punggung sampai kaki.
- Pasangkan baju kerudungnya dan kerudung kepalanya.
- Sebaiknya rambut yang panjang dikepang dalam tiga bagian.
- Membungkus dengan kain kafan yang apling bawa atau yang paling lebar.
- Kemudian ditutup dengan tali, tiga sampai lima ikatan.
- Khusus orang yang sedang melaksanakan ihram dimekkah, apabila meninggal maka jenazahnya dikafani dengan pakaian ihramnyasesudah dimandikan tanpa diberi wangi – wangian.
Demikian pendapat sebagian Ulama’.
Sedangkan menurut Hanafi dan Maliki kalau seorang yang ihram telah mati maka putuslah
iramnya sehingga harus dikafani seperti mayat biasa.
C. Menshalati
Jenazah.
Jenazah seorang muslim yang sudah
dimandikan dengan baik, maka segera dishlatkan. Untuk melaksankan shalat
jenazah harus memenuhi syarat – syarat dan rukun – rukunnya.
Adapun syarat – syaratnya:
Masalah puasa
A.
pengertian
Puasa
Menurut logawi [uasa dkenal denan shiyam atau shaum yang
berarti berpantang atau menahan sesuatu dengan kata lain menahan suatu
perbuatan perbuatan yang membatalkan puasa misalnya mencegah berkata kotor,
menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.
Adapun pengertian menurut istilah ialah menahan diri
dari makan dan minum, menahan hubungan suami istri pada saing hari dan hal-hal yang membatalkan puasa
sejak terbit fajar sampai terbenam metahari.
Puasa adalah kewajiban umat islam yang harus di lakukan
(baik laki-laki maupun perempuan) selama sebulan didalam bulan ramadhan
berdasarkan firnan allah SWT dalam al-quran surat al-baqarah ayat:183
Puasa di bulan ramadhan ini pertama kali dilakukan pada
tahun ke2 hijrahnya Nabi Muhammad SAW, kewajiban ini atas orang-orang yang
sudah mukallaf dan atas orang – orang yang mampu menjalankannya, karena itu
tidak di wajibkan kepada:
c.
anak-anak
d.
orang gila
e.
orang yang
hilang akal, contohnya orang mabuk.
f.
Orng yang
sudah sangat tua
g.
Orang yang
sakit yang bila berpuasa penyakitnya bertambah.
Sesuai sabda rasulullah dari Ali r.a berkata nabi Muhammad SAW telah
bersabda: diangkat tuntutanhukum dari tiga macam orang, dari anak-anak hingga
ia balig dan dari orang yang tidur hingga ia bangun dan dari orang gila hingga
ia sembuh.(H.R Abu Daud Annasai)
B. syarat-syarat puasa
Ibadah Haji dan
Umrah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar