
BAHASA DAN TERMINOLOGI HUKUM
PERADILAN 1
F 2
07.30 – 09.10
ABDUL HALIM TALLI SAg MAg
ABDUL
HALM TALLI, SAg . MAg
150 282 232
AMIR SYAM
MARSUKI
101 001 08 007
UIN ALAUDDIN
2008/2009
KOMPETENSI DASAR BAHASA DAN
TERMINOLOGI HUKUM
- Mampu membahasakan istilah – istilah
hukum.
- Fungsi – fungsi bahasa adalah sebagai
aspek komunikasi atau tempat penilaian akhlak terhadap seseorang.
I
. Pendahuluan.
A. Bahasa Indonesia.
B. Bahasa Hukum Indonesia.
C. Kegunaan.
D. Maksud dan tujuan.
II.
Beberapa Pengertian.
A. Pengertian Bahasa.
B. Semantik.
C. Kaedah.
D. Komposisi.
E. Fiksi.
F. Pembentukan.
G. Penafsiran.
a. Tata bahasa.
b. System.
c. Sejarah.
d. Sosiologi.
e. Otentik.
III. Bahasa Keilmuan Hukum.
A. Kebiasaan dan adat.
B. Hukum adapt dan
perundang undangan.
C. Hubungan hukum dan
hak.
D. Absolute dan relative.
E. Subyek hokum dan
objek.
F. Peristiwa hokum.
IV. Bahasa Hukum dan
Ketatanegaraan.
A. Konstitusi.
B. Kontensi.
C. Bentuk ketatanegaraan,
meliput :
a. Negara kesatuan.
b. Negara serikat.
c. Konfederasi dan
protectoral.
d. Konfederasi dan kemakmuran.
e. UNI.
f. Kerajaan.
g. Republik.
h. Demokrasi.
D. Ideologi Negara
kesatuan.
E. Triak politica.
F. HAM.
G. Perubahan konstitusi.
H. Hukum administrasi.
I.
Hukum internasional.
V. Bahasa Hukum dan
Ketatanegaraan Adat.
A. Pancasila.
B. Bhinneka Tunggal Ika.
C. Sang Bhumi Ruwa Juwai.
D. Swastika.
E. Musyawarah.
F. Masyarakat Hukum Adat.
G. Persekutuan Hukum Adat.
H. Persekutuan Ketatanegaraan.
I.
Keorganisasian.
VI. Bahasa dan Keperdataan.
A. Kewarganegaraan dan
kekeluargaan.
B. Anak.
C. Perkawinan.
D. Pewarisan.
E. Perikatan.
F. Perdagangan.
VII. Bahasa Hukum Pidana.
A. Asas hokum pdana.
B. Peristiwa pidana.
C. Pelakunya.
D. Kesalahan.
E. Hukuman pokok.
F. Hukuman.
G. Hukuman tambahan.
H. Kejahatan dan
pelanggaran.
I.
Perbuatan pelanggaran.
VIII. Bahasa Hukum Acara.
A. Pancaasila.
B. Hakim.
C. Persidangan.
D. Bantuan hokum.
E. Acara perdata.
F. Acara pidana.
G. Putusan pengadilan.
H. Banding.
I.
Kasasi.
J. Eksekusi.
URAIAN
II. Beberapa Pengertian.
A. Pengrtian
Bahasa.
Bahasa adalah media untuk berkomunikasi, dan terbagi
menjadi :
-
bahasa tulis ;
-
bahasa tubuh.
B. Pngertian Semantik.
Semantik adalah ilmu yang menyelidiki makna atau arti kata – kata umumnya yang tuntas arti
kata – kata dalam bahasa tertentu dan hubungan arti dan pertbahas arti dari
masa kemasa.
Semantik hukum adalah pengetahuan hukum yang
menyelidiki makna atau arti kata – kata hukum, hubungan dan perubahan arti dari
waktu kewaktu.
Ada 3 kajian semantik :
-
Arti / perubahan kata.
-
Hubungan.
-
Perubahan.
Contoh :
………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………
C. Kaedah Hukum.
Mengandung kata – kata perintah dan asas
(aturan dasar) larangan dan mengandung paksaan.
D. Komposisi
Hukum.
Merupakan alat – alat yag dipakai untuk
menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk basa dan
istilah.
Syarat : - Dokmatis (dipandang benar)
(suatu yang diterima masyarakat).
- Sistematis (melakukan perubahan melihat
dari aspek) (menyimpulkan komponen – komponen dan diterima semua).
E. Fiksi Hukum.
Menggunakan istilah yang fiktif yang
berbentuk hiasan untuk memberikan pengertian sacara abstrak yang tidak
sebenarnya atau suatu yang khayal dalam bentuk hukum.
Contoh : “dalam bahasa bugis” (akkitaki
mubuta, arengkalingaki mumataru - taru) yang artinya jangan membeberkan aib
sesama.
F. Pembentukan
Hukum.
Masyarakat lampau pembentukan hukum
banyak dari kata – kata seni, luksan, lambing atau peribahasa.
Contoh : Bulat air karena pembuluh.
Bulat
kata karena mufakat.
Makna Hukum.
Didalam musyawarah biasa terjadi
perbedaan pendapat namun karena pimpinan yang bijak dan rasa kebersamaan
menimbulkan kesepakatan.
-
Tidak ada orang yang mau menghujani garamnya.
Tidak ada orang yang mau mengakui kesalahannya.
Tidak
sesuai dengan masyarakat modern karena masyarakat modern itu berikir kongkrit
dan tidak mementingkan perasaan.
Pembentukan hukum
masyarakat modern harus menggunakan istilah dan bahsa hukum modern yang
bersifat rasiona dan modern.
Hukum yang dibentuk oleh lembaga yang
berwenang dapat dilihat dari segi politik dan tehknik hokumnya. Politik hokum
yang dimaksd adalah berkehendak yang tertera dalam kalimat – kalimat yang
menetapkan tujuan dan isi peraturan tersebut. Tujuan itu harus memenuhi
masyarakat yang mengikuti kepentingan politik ekonomi dan social masyarakat
modern.
Tekhnik hokum adalah cara merumuskan
kaedah – kaedahnya dengan menempatkan kata – kata dan kalimat – kalimat yang
dibuat sedemikian rupa sehingga maksud dari pembentukan hukum jelas dapat
diketahui.
Dalam pembentukan hukum ada dua factor
yang menentukan yaitu formal dan material.
Formal adalah membentuk hokum dalam
perundang – undangan, administrasi Negara, peradilan adat, kebiasaan, dan ilmu
pengetahuan.
Material adalah pembentukan perasaan
hokum seseorang dan pendapat umum.
G. Penafsiran
Hukum.
Dikenal cara penafsiran hukum.
-
Penafsiran menurut tata bahasa.
Penafsiran ini mencari arti maksud dan tujuan dalam kaedah hukum.
Contoh : pasal 1338 KUHPerdata “semua perstujuan yang dibuat dengan sah berlaku sebagai UU terhadap mereka yang membuatnya”.
(sah : resmi, jelas, dibuat oleh yang berwenang sesuai perundang – undangan yang berlaku).
Penafsiran ini mencari arti maksud dan tujuan dalam kaedah hukum.
Contoh : pasal 1338 KUHPerdata “semua perstujuan yang dibuat dengan sah berlaku sebagai UU terhadap mereka yang membuatnya”.
(sah : resmi, jelas, dibuat oleh yang berwenang sesuai perundang – undangan yang berlaku).
-
Menurut sistem.
Penafsiran suatu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur – unsur yang saling bertautan antara satu dengan yang lainnya.
Contoh : makna sah pada pasal 1338 dan pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat :
Penafsiran suatu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur – unsur yang saling bertautan antara satu dengan yang lainnya.
Contoh : makna sah pada pasal 1338 dan pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat :
o Kesepakatan mereka
yang mengikat dirinya.
o Kesepakatan untuk
membuat suatu perikatan.
o Suatu hal yang
tertentu.
o Suatu sebab yang
halal.
-
Menurut sejarah.
Penafsiran menurut sejarah terjadinya
peraturan tertentu, dan apa yang merupakan latar belakang, maksud dan tujuan
peraturan itu ditetapkan, dan dimasuknnya pasal – pasal tertentu ke dalam suatu
peraturan.
Dalam praktek hakim, jaksa, pengacara
terlebih dahulu berhadapan dengan perundangan yang memerlukan penafsiran. Untuk
itu perlu dipelajari laporan – laporan, surat – surat keterangan atau
penjelaasan tertulis ketika peraturan itu dibuat.
-
Menurut Sossiologi.
Penafsiran menurut sosiologi yaitu
penafsiran menurut kenyataan yang hidup didalam masyarakat. Penafsiran ini
penting akan hokum yang berlaku dengan berkaitan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat.
Contoh : penafsiran tentang delig zina.
-
Secara otentik.
Otentik dalam bahasa Belanda adalah volledig bewijs opleverend maksudnya memberikan keterangan atau pembuktian yang sempurna, yang sah atau resmi.
Otentik dalam bahasa Belanda adalah volledig bewijs opleverend maksudnya memberikan keterangan atau pembuktian yang sempurna, yang sah atau resmi.
Penafsiran otentik yaitu penafsiran hokum
yang dilakukan oleh pembuat hokum sendiri dengan mencantumkan arti beberapa
kata yang digunakan dalam suatu peraturan.
Contoh : pasal 512 – 518 KUHPerdata. Dimana
menerankan arti kata – kata barang bergerak, barang rumah tangga, perkakas
rumah tangga, barang yang gunanya agar rumah dapat didiami, suatu rumah dengan
segala sesuatu yang ada didalamnya.
Pasal 512 menyebutkan : apabila didalam UU
atau suatu perbuatan perdata digunakan istilah barang – barang bergerak,
perkakas rumah tangga, nable atau perabot rumah tangga, perhiasan rumah tangga,
atau rumah dengan apa yand ada didalamnya dan semua tanpa kata – kata tambahan
perluasan, atau pembatasan, maka istilah – istilah tersebut harus dianggap meliputi
benda – benda yang ditunjuk didalam pasal tersebut.
Contoh pada bab 9 buku 1,
diterankan beberapa perkataan dalam KUHPidana, pasal 89 contohnya, yang
berbunyi (memingsangkan seseorang atau melemahkan seseorang disamakan dengan
melakukan kekerasan).
Pasal 97 : perkataan hari
berarti waktu 24 jam, perkataan bulan berarti masa 30 hari.
Pasal 98 : perkataan malam
berarti masa antara terbenam dan terbitnya matahari.
III. BAHASA KEILMUAN HUKUM.
Bahasa keilmuan hukum adalah bahasa
hukum teoritis, yaitu bahasa hukum yang bersifat ilmiah yang digunakan dalam
mempelajari hukum sebagai ilmu pengetahuan. Dilihat dari pemakaiannya, bahasa
dibedakan dalam bahasa hukum keilmuan yang bersifat ilmiah semata – mata dan
yang bersifat ilmiah praktis. Bahasa hukum yang terdapatdalam keputusan –
keputusan, peraturan perundang – unadangan yang banyak digunakan dalam praktek
tersebut bahasa hukum praktis. Bahasa hukum praktis terdiri dari kaidah –
kaidah hukum yang mengatur kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Again
ini yang akan dibicarakan adalah bahasa hukum teoritis.
A. Kebiasaan dan Adat.
Istilah kebiasaan adalah terjemahan dari
bahasa belanda gewoonte. Istilah adat
berasal dari bahasa arab adab. Yang
maksudnya juga kebiasaan. Namun, manurut ilmu hukum dan adat dibedakan
pengertiannya. Perbedaan dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku
manusia, dan sejarah pemakaian istilahnya dalam dalam hukum di Indonesia.
Kebiasaan adalah sesuatu yang lazim, bisa terjadi atau dilakukan. Kebiasaan
yang selalu dilakukan oleh orang banyak itu menjadi adat. Adi adat adalah
kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh masyarakat. Dalam sejarah
perundangan di Indonesia,
pemakaian kebiasaan dan adat dibedakan. Ada
kebiasaan dilur perundangan dan ada kebiasaan yang diakui oleh perundanga,
sedangkan adat selalu diartikan diluar perundangan. Hal mana menyebabkan adanya
istilah hukum kebiasaan, hukum adat meruakan hukum yang tidak tertulisdan hukum
yang tertulis. Di Eripa atau Belanda tidak dibedakan antara kebiasaan dan adat,
keduanya bersifat hukum, disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang berhadapan dengan hukum perundangan (wentercht).
B. Hukum Adat dan
Perundangan.
Istilah hukum adat berasal dari bahasa
Arab. Kata hukmu mengndung perintah
atau suruhan, sedangkan kata adab berarti
kebiasaan. Jadi hukum adat artinya aturan kebiasaan. Istilah tersebut sudah
dipakai di Aceh sejak abad 17. Snouck Hurgronje menyebutnya Adatrechts.
Dalam perkembangannya, hukum adat tidak
hanya mengandung hukum adat tradisional, yang juga disebut hukum adat (dalam
arti sempit) tetapi juga termasuk hukum kebiasaan modern. Hukum tradisional
berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat tertentu misalnya adat Batak,
Minagkabau, Lampung, Jawa, Bali dsb. Sedangkan
hukum kebiasaan modern berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat modern.
Pada umumnya hukum adat (dalam arti
luas) tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak terkodifikasi, jadi
tidak tersusun secara sistematis. Bentuk hukum adat tidak teratur, keputusannya
tidak emakai konsideran.
Hukum adat diartikan hukum Indonesia
asli yang tidak tertulis yang disana sini mengandung usur agama. Oleh prof.
Imam Sudiyat, SH. Menyebutnya hukum asli Indonesia.
Hukum adat yang arti sempit menunjukkan hukum adat tradisional yang
diperintahkan dan berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat tertentu.
Sedangkan hukum adat dalam arti luas meliputi hukum kebiasaan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat, dalam hubungan antara satu dengan yang lain, dalam
lembaga – lembaga masyarakat dan lembaga – lembaga kenegaraan. Kesemuanya tidak
tertulis dalam bentuk perudangan.
Hukum kebiasaan adalah hukum yang
berlaku sebagai kenyataan yang dilakukan oleh oang seorang atau masyarakat,
baik resmi atau tidak, yang merupakan perbuatan yang tetap dan dirasakan harus
beraku. Misalnya pemilik penyewa di tempat penyewa, Presiden berpidato pada 17
Agustus. Oleh karena adat dan kebiasaan mengandung hukum, maka kesemuanya
disebut hukum, dan sifatnya tidak tertulis.
Perundangan (wetgeving) adalah semua peraturan yang tertulis dalam bentuk
keputusan yang dibuat dengan sistem tertentu, terutama oleh pemerintah dan
adakalanya dalam bentuk kodifikasi. Jadi UUD, TAP MPR, UU, Pepres, Kepme,
Perda, keputusan haki merupakan perundangan. Bentuk perundangan umumnya dimulai
dengan konsideran (pertimbangan). Kemudian isi keputusan terdiri dari beberapa
Bab dan pasal serta penjalasannya. Himpunan peraturan yang sama yang disusun
secara sistematis dalam satu kitab perundangan disebut kodifikasi.
C. Hubungan Hukum
dan Hak.
Isrilah hukum mengandug arti aturan,
yaitu aturang yang mngatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain,
antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang stu dengan masyarakat
yang lain. Hubungan – hubungan yang diatur oleh hukum disebut dengan hubungan
hukum (rechsbetrekking). Hubungan
hukum menunjukkan adanya dua saling tarik menarik, yaitu adanya hak dan
kewajiban, baik hak dan kewajiban yang sifatnya satu pihak atau yang sifatnya
dua pihak. Yang satu pihak saja misalnya hubungan hukum antara anda dengan
milik yang merupakan haka milik atau hubungan hukum yang dilakukan petani
lading yang disebut dengan mabeli, aitu
memberi tanda pada pohon disuatu tanah hutan. Perbuatan mabeli itu merupakan
hak atas pohon dan hak atas tanah sekitarnya serta kewajiban untuk mengurus
pohon dan mengusahakan tanah disekitarnya untuk dijadikan lading. Sebaliknya,
tidak ada hak dan kewajiban dari pohon atau tanah sekitarnya untuk menuntut
petani agar petani memenuhi kewajibannya. Hubungan hukum yang dua pihak
misalnya, pristiwa hukum jual beli. Pejual dan pembeli tertarik oleh hak dan
kewajiban masing – masing pihak. Pihak pembeli berhak menerima barang yang
dibelinya dan berkewajiban membayar sesuai dengan harga yang telah disepakati.
Sedang pihak penjual berhak menuntut pembayaran dari sipembeli dan berkewajiban
menyrahkan barang yang dia jual kepada sipembeli. Pergaulan hukum yang banyak
menimbulkan peristiwa hukum adalah ubungan hukum dua pihak yang sifatnya timbal
balik. Hak dan kwajiban dalam hubungan hukum diatur dalam peraturan hukum,
misalnya jual beli sebagaimana diatur dalam
pasal 1475 KUHPerdata, dikatakan
: ”jual beli adalah persetujuan dimana pihak yang satu mengikat diri untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
disetujui”.
Sifat pasal tersebut merupakan kaedah
hukum yang mengatur hubungan kemasyarakatan, hubungan antara yang satu ddengan
yang lain dalam masyarakat. Jadi ditujukan kepada semua orang melakukan jual
beli. Aturan demikian itu dalam ilmu hukum disebut hubungan obyektif, yaitu
yang menunjukkan aturan hukumnya (law). Apabila hubungan hukum itu dikaitan
dengan para pelaku yang mengadakan hubungan hukum, sehingga karena hubungan
hukum itu menimbulka hak, maka disebut ukum subyektif. Dalam hal ini hukum
mengandung arti hak (right). Dalam bahasa hukum Belanda baik hukum sebagai
aturan maupun hukum sebagai hak disebut recht.
Istilah hak tidak saja mengandung
kekuasaan tunggal tetapi juga kekuasaan ganda, karena sesuatu hak dapat
merupakan serangkaian hak, serangkaian kekuasaan atau serangkaian kewenangan.
Misalnya dengan adnya hak milik maka ia tidak saja mempunyai arti hak
kepunyaan,tetapi juga hak menikmati, hak memindah tangankan, hak jul, hak
gadai, hak hibah, dsb. Kekuasaan yang dimaksud adalah mengatur, wewenang
mengatur terhadap hak milik itu.
Hak sebagai kekuasaan sifatnya tidak
mutlak, ia dipengaruhi pleh kemasyarakatan, dibatasi oleh kepentingan umum.
Misalnya hak milik atas tanah dan sebagaimana disebut dalam pasal 6 UUUPA (Undang – Undang Pokok
Agraria) No. 5 / 1960: “semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun
tidak dapat dibenarkan atau tidak dipergunakan semata – mata untuk kepentingan
pribadi, apabila akan merugikan masyarakat. Begitu pula dengan hak dalam arti
kekuasaan pemerintahan (negara) tidak boleh disalahgunakan sehingga merugikan
masyarakat karena tidak sesuai dengan tujuan kekuasaan itu (abus de droit).
D. Hak Absolut dan
Hak Relatif.
Hak mengandung arti
kekuasaan dan kewenangan, namun batas ruang lingkup dari sesuatu hak dibatasi
leh hak yang lebih tinggi, yaitu kekuasaan yang mengatur hak – hak itu di dalam
atau di luer perundangan. Hak – hak itu akan ada jika ia diberikanoleh
penguasa, jika penguasa tidak memberikan hak – hak kepada warganya, artinya
jika undang – undang tidak mengaturnya maka hak – hak itu tidak ada. Begitu
pula, walau hak – hak itu diatur dalam undang – undang jika kenyataannya tidak
berlaku bahkan dilanggar oleh penguasa sendiri, maka hal – hal itu menjadi
sirna. Jadi ada tidaknya suatu hak atau timbul lenyapnya suatu hak karena
sesuatu peristiwa hukum yang terjadi.
Hak – hak dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu hak absolute (absolute
rachten) dan hak relatif. Hak absolut adalah hak mutlak yang diberikan
kepada setiap subtek hukum untuk berbuat dalam ia memperhatikan kepentingannya
dan setiap subyek hukum yang lain berkewajiban menghormati hak absolut
seseorang. Misalnya hak milik dimana hak pihak pemilik berhak untuk bertindak
sendiri atas hak miliknya dan orang lain wajib menghoramti hak milik seseorang
itu.
Hak relative adalah hak
yang diberikan oleh hukum hanya kepada subyak hukum yang lain yang teratur agar
dia berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau memberi sesuatu. Misalnya
didalam perjanjian hutang piutang, maka hak menagih agar hutang dibayar berlaku
terhadap sipenghutang saja.
Hak absolute dibedakan dalam beberapa macam, yaitu :
hak asasi manusia, hak public absolute, dan hak privat absolute. Hak relative
dibadakan dalam beberapa macam yaitu : hak relatif publik, hak keluarga
relatif, dan hak kekayaan relatif.
Hak asasi manusia adalah hak – hak pokok
yang penting bagi kehidupan manusia yang diberikan oleh hukum, seperti kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan kehidupan,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak membela Negara, hak mendapat
pengajaran.
Hak public absolut adalah hak suatu
bangsa untuk merdeka dan berdaulat.
Hak privat absolut adalah hak
keperdataan yang sifatnya mutlak, seperti hak pribadi manusia, hak keluarga mutlak,
dan sebagian dari hak kekayaan, yaitu hak kebendaan dan hak atas benda tidak
berwujud. Hak pribadi manusia yang mutlak misalnya hak atas nyawa.
Hak keluarga mutlak adalah hak yang
timbul karena adanya hubungan kekeluargaan, seperti hak marital suami dalam
memimpin keluarga.
Hak kekayaan adalah ahak atas kebendaan
yang berwujud atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Hak kebendaan
berwujud seperti hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak
– hak adat, hak – hak atas air dan ruang angkasa. Hak kebendaan yang tidak
berwujud misalnya hak cipta, hak mengarang, dan hak oktrol (penemuan).
Hak publik relatif adalah hak dari
penguasa atau Negara untuk menetapkan hukuman atau pidana, untuk memungut pajak
dan bea cukai yang ditujukan kepada subyek hukum tertentu.
Hak keluarga relative adalah hak – hak
dalam hubungan kekeluargaan, seperti hak suami dan hak istri.
Hak kekayaan relative adalah semua hak
yang bukan hak kebendaan atau hak ciptaan manusia, seperti hak tagihan hutang yang
ditujukan kepada orang tertentu.
E. Subyek Hukum
dan Obyek Hukum.
Istilah subyek hukum yang dimaksudakn
adalah orang (badan = person) yang mempunyai hak dan kewajiban. Sedangkan obyek
hukum adalah sesuatu yang bernialai dan bermanfaat bagi orang atau subyek
hukum.
Subyek hukum dapat dibedakan antara
orang (person) yang merupakan badan manusia (naturuelijik persoon), dan orang
yang merupakan badan hukum (rechts persoon) yang membuat manusia karena
kehendak manusia untuk melakukan hubungan – hubungan hukum. Manusia sebagai
pendukung hak telah berlaku sejak dia lahir sampai dia mati. Manusia mempunyai
hak – hak asasi, tetapi badan hukum tidak. Manusia dapat dihukum penjara, dapat
dibuang seumur hidup, tetapi badan hukum tidak. Badan hukumhanya diadakan
karena kebutuhan yang menyangkut harta kekayaan (vermogen) dalam pergaulan
hukum. Baik manusia maupun badan hukum mempunyai kepentingan kebendaan. Benda –
benda yang menadi tujuan (obyek) dalam suatu hubungan hukum yang
dilkukannya,yang menimbulkan hak – hak baginya sebagai subyek hukum adalah
obyek hukum. Contoh, mobil adalah obyak hukum bagi subyak hukum (penjual maupun
pembeli), pidana (hukuman) sebagai obyek hukum dalam hukum kepidanaan.
Kebendaan yang merupakan obyak hukum
dibedakan antara benda berwujud (lichamelicjke zaken) seperti buku, yang tidak
berwujud (onlichamelijke zaken) yaitu berbaga hak seperti hak cipta, hak
mengarang, hak penemuan.
Kebendaan dibedakan pula antara benda
tetap (onroerende zaken) seperti tanah, rumah, gedung, dan benda beergerak
(renrorende zaken).
F. Peristiwa
Hukun.
Peristiwa hukum (rechtsfeit) yang
mengandung pengertian kejadian yang diatur oleh hukum. Perisyiwa hukum adalah
peritiwa kemasyarakatan yang diatur oleh hukum. Seperti sewa – menyewa, jual
beli, dll.
Peristiwa hukum dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu
perbuatan obyek hukum dan perbuatan yang bukan perbuatan subyek hukum.
Perbuatan subyek hukum adalah perbuatan baik orang atau badan hukum, yang
berupa perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum. Perbuuatan hukum adalah
perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan oleh satu pihak
saja (bersegi satu) seperti wasiat, maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi
dua) seperti jual beli. Perbuatan satu pihak (eenzijdig) adalah perbuatan yang akibat hukumnya timbul karena
perbuatan satu pihak. Contoh perbuatan membuat surat wasiat (pasal 875 KUHPerdata). Dan apabila akibat hukumnya timbul karena
perbuatan dua pihak (twezidjik), seperti
jual beli.
Anasir yang harus diperhatikan dalam
peristiwa yang dikatakan perbuatan hukum adalah akiabat, oleh karena akibat
dapat dianggap sebagai kehendak si pembuat. Jika akibatnya tidak dikehendaki si
pelaku maka perbuatan itu bukan perbuatan hukum. Jadi adanya kehendak dikatakan
suatu perbuatan hukum.
Perbuatan subyek hukum dan bukan
dikatakan perbuatan hukum adalah perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki
oleh si pelaku, tetapi akibatnya itu diatur hukum serta perbuatan yang
bertentangan dengan hukum. Perbuatan yang akibatnya diatur hukum walaupun
akibat itu tidak dikehendaki pelaku (rechtmatigedaad)
adalah perbuatan yang disebut zakwarneming,
yang sifatnyan suka rela tanpa adanya suruhan.
Perbuatan yang bertentangan dengan hukum
(onrechmatugedaad, factum ilicitum) adalah perbuatan yang akibatnya tidak
dikehendaki oleh si pelaku. Jadi walaupun sipelaku sudah tahu bahwa perbuatan
itu akibatnya tidak baik namun perbuatan itu dilakukan juga sehingga merugikan
orang lain, maka ia harus mengganti kerugian kepada penderita. Perbuatan
melanggar hukum diartikan dalam arti luas, tidak saja melanggar hukum
perundangan, tetapi juga hukum lainnya seperti hukum adat. Bagi hakim dalam
menilai perbuatan melanggar hukum, adalah apakah hukum yang dilanggar adalah
hukum yang hidup (living law), yaitu
hukum yang sesuai dengan hukum kesadaran msyarakat.
Peristiwa hukum yang merupakan bukan
perbuatan subyek hukum adalah seperti kelahiran, kematian, dan daluwarsa.
Kelahiran anak yang merupakan perbuatan hukum tapi bukan perbuatan subyek
hukum, tetapi peristiwa itu menimbulkan hak bagi anak dan kewajiban bagi ayah
dan ibunya untuk memliharanya (pasal 45
UU No. 1 th 1974, pasal 298
KUHPerdata). Kematian menyebabkan timbulnya pewarisan (pasal 830 KUHPerdata) dari
para ahli waris mendapat hak milik atas harta warisan.
Daluwarsa yang bukan perbuatan subyek
hukum dibedakan pengertiannya dengan daluwarsa akuisitif dan akstinktif.
Daluwarsa akuisitif adalah keadaan lewat waktu yang berakibat seseorang
memperoleh hak. Pasal 1963 KUHPerdata : “karena daluwarsa orang
yang degan itikad baik berdasarkan dengan alas yang sah, memperoleh hak atas
suatu benda tetap, bunga atau piutang yang harus dibayar 30 tahun tanpa harus
dipaksa menunjukkan alas haknya”. Daluwarsa ekstinktif adalah keadaan yang
lewat waktu yang berakibat seseorang akan hapus haknya. Contoh, pasal 1967 KUHPerdata : “segala
tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan,
hapus karena daluwarsa dengan lewat waktu selama 30 tahun, tanpa menunjukkan
sesuatu alas itikad burukny”.
V. Bahasa Hukum dan Ketatanegaraan Adat.
V. Bahasa Hukum dan Ketatanegaraan Adat.
Istilah – istilah hokum
ketatanegaraan yang telah dikemukakan di atas terdiri dari bebagai istilah yang
digunakan dalam ilmu pengetahuan hokum dan hokum perundangan Indonesia. Masih banyak istilah –
istilah hkum ketatanegaraan Indonesia
yang asli yang bukan berasal dari istilah barat, melainkan berasal dari istilah
– istilah melayu, Sansekerta, hindu-jawa dan Islam. Istilah – istilah tersebut
ada yang sudah diangkat menjadi bahasa nasional dan ada yang masih bersifat
lokal. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa istilah Indonesia yang biasa dipakai dalam
membicarakan hokum ketatanegaraan.
A. PANCASILA.
Pancasila adalah kata majemuk dari panca yang artinya lima dan sila yang artinya asas atau dasar. Untuk pertama kalinya pancasila itu dekemukakan oleh Bung Karno dalam pidatonya dihadapan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan), pada tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta, untuk menyatakan tentang lima dasar Negara.
Pancasila adalah kata majemuk dari panca yang artinya lima dan sila yang artinya asas atau dasar. Untuk pertama kalinya pancasila itu dekemukakan oleh Bung Karno dalam pidatonya dihadapan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan), pada tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta, untuk menyatakan tentang lima dasar Negara.
Kata pancasila itu berasal
dari bahasa Sansekerta yang digunakan dalam agama Budha untuk menyatakan adanya
lima pantangan bagi para upasaka dan
upasika, yaitu pantang membinsakan makhluk, pantang mencuri, pantang berbuat
zina, pantang menipu, pantang minum minuman keras.
Kemdian istilah pancasila
terdapat pula dalam bagian bahasa (sarga) ke 53 bait kedua dari kitab nagara
kertagama, yaitu kitab yang digubah semasa pemerintahan Hayam Wuruk sebagai
syair pujian tentang kemegahan Negara Majapahit oleh empu Prapanca pada tahun
1365, yang antara lain menyatakan:
‘Ytnangegwani Pancasila
krtasangskarabhisekakarama’ maksudnya, “(raja)melaksanakan dengan setia kelima
pantangan, begitu juga upacara-upacara ibadah dan penobatan (Soepardo Cs. 1962:
36).
Apabila istilah pancasila
diatas berarti menunjukan adanya lima pantangan bagi seorang pemuka, maka
menurut ajaran agama Hindu (Bali) terdapat pula istilah panaca cradha yang lima
kepercayaan, ialah percaya kepada Sang Hiang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa,
percaya pada Atma atau rokh leluhur, percaya
kepada Karma Phala atau sebab dan akibat, percaya kepada Moksa (Nirwana) atau kebebasan.
Menurut ajaran agama Islam
antara lain dikatakan di dalam Al-qur’an Surah An-Nisa’ ayat 136:
“wa yakfur billahi wa malaikatihi
wa kutubuhi wa rusulihi wal yaumil akhiri faqodh-dhlalanba’idan”
Maksudnya, barang siapa yang
tidak percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab – kitab-Nya, Rasul –
rasulNya, dan hari kemudian, maka susengguhnya orag itu telah sesat sejauh –
jauhnya. Dan selanjutnya dikatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 136:
“wa Ilahukum Ilahu wwahidin
la Ilaha Illa huwaRrahmanu Rrahiem”.
Maksudnya, “dan Tuhanmu itu,
Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada Tuhan melainkan dia, Yang Maha Pemurah Lagi Maha
Penyayang”.
Dengan demikian tepatlah
jika pasal 29 UU 1945 b menyatakan bahwa “Negara berdasar kepada ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Pancasila sebagai nama
falsafah dasar Negara yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang
diberikan oleh Bung Karno, adalah untuk menunjukkan kelima sila yang tercantum
dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara Republik Indonesia,
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Tuhan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyantan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sertan
dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh bangsa Indonesia.”
Kelima sila itu dilukiskan
kedalam lambang Garuda Pancasila dam bentuk perisai yang seolah – olah digenggam
garuda, yang sedang mngembangkan syapnya dan berdiri diatas pita Bhinneka
Tunggal Ika. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dilukiskan sebagai bintang yang
bersudut lima,
didalam perisai kecil ditengah – tengah perisai besar. Kemudian didalam perisai
besar dengan garis batasnya masing – masing terukis rantai sebagai sila
kemanusiaan, beringin sebagai sila persatuan, kepala banteng sebagai sila
kerakyatan, padi dan kapas sebagai sila keadilan social.
Menurut penulis letak
bintang dalam perisai kecil terdiri ditengah – tengah perisai yang besar dari
lukisan sila yang lain mengandung arti yang dalam. Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah saka guru dari silayang lain. Jadi tidaklah tepat jika Bung Karno
menyatakan Pancasila menjadi trisila,
menjadi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Ynag Maha Esa,
kemudian trisila itu dapat diperas lagi menjadi Ekasila, maka Ekasila
seharusnya adalah Ketuhanan Ynag Maha Esa.
Panca sila adalah cerminan
dari Bhinneka Tunggal Ika, ia
bukan “sumber dari segala sumber hukum” sebagaimana memorandum DPRGR tanggal 9
juni 1996 (Estiko Suparjono 19969: 7), melainkan ia adalah sumber dari segala
sumber hukum ketatanegaraan Indonesia.
B. BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika
berasal dari lontar Sutasomo karya Empu Tantular yang antara lain berbnyi:
“Bhinneka Tunggal Ika, tan
hana Dharma Mangrwa”, maksudnya bebrbeda itu satu, tidak ada kebenaran (agama)
mendua. Kata – kata lain dalam Hindu Bali misalnya:
“Ekam Eva Adwityam brahman”,
yang maksudnya : hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya (adwityam) brahmani
(Hyang Widhi = Tuhan), jelasnya Tuhan itu hanya satu tidak ada duanya. Jadi
istilah ika atau eka dapat berarti itu
atau satu. Istilah Eka lainnya
misalnya nama yang diberikan Pak Harto sebagai nama Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila ialah Eka Prasetiya
Pancakarsa TAP MPR no. 11/1978. Eka artinya satu, prasetiya artinya janji, panca artinya lima
dan karsa artinya kehendak atau tekad. Jadi maksud Eka Prasetiya
Pancakarsa adalah tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak, dalam arti kehendak untuk
melaksanakan Pancasila.
Dengan demikian yang
dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika adalah walaupun berbeda (masyarakat,
bahasa, adat, budaya, agama dan aliran pahamnya) namun satu jua negaranya,
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi menurut penulis sesungguhnya bukan pancasila yang merupakan lambang
persatuan tap Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila adalah lambing persatuan asas,
jiwa atau pandangan hidup ketatanegaraan.
Persatuan Bhinneka Tunggal
Ika untuk mewujudkan Negara kesatuan berdasarkan pancasila itu telah dimulai
dari Kongres Pemuda tahun 1928, yaitu kongres dari berbagai golongan dan aliran
pemuda, yang dikenal dengan istilah sumpah
pemuda di Jakarata. Sejak masa itu pemuda Indonesia telah bertekad bulat
mengaku bertanah air satu yaitu tanah air Indonesia, berbangsa satu yaitu
bangsa Indonesia, berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan timbulnya
bahaya perpecahan, maka Bung Karno selaku presiden Republik Indonesia pada
waktu membuka Konstituante 10 November 1956 berseru didalam pidatonya:
“Tjintailah dan madjukanlah
daerah asalmu, tapi tjintainjalan dan madjukanlah dalam rangka kesatuan tanah
air dan bangsa Indonesia”
(kementerian penerangan, 1956: 9).
Kemudian president Soeharto
menyatakan pula :
“Ya, kita memang berbeda –
beda tapi kita bertekad untuk bersatu ! Bhinneka Tunggal Ika ! apabila kita
ingin bersatu, maka persoalan pokoknya bukan menghilangkan perbedaan –
perbedaan tadi. Itu adalah mustahil, karena bertentangan dengan kodrat ……
Persatuan kesatuan Nasional harus terus terpelihara dan diperkokoh. Usaha –
usaha ini tidak akan ada henti – hentinya. Karena persatuan dan kesatuan bangsa
merupakn kekuatan dan modal utama bagi bangsa untuk maju dan mencapai cita –
citanya” (Soeharto 1976: 53).
Jadi betapa pentingnya
persatuan itu, betapa pentingnya Bhnneka Tunggal Ika itu, namun sebagaimana
dikatakan Mohammad Roem dalam mengakhiri tulisannya tentang Soekarni, anak dari
zamannya (Harian Kompas 15 Agusts 1983).
“manusia membuat rencana,
tapi rencana Tuhanlah yang berlaku. Kata bersayap ini sudah saya dengar
diucapkan berkali – kali dalam berbagai kesempatan oleh pemimpin – pemimpin
dari berbagai macam aliran. Herankah kita, jika lahir lambang Negara Bhineka
Tunggal Ika.”
Istilah yang kita bicarakan
diatas merupakan istilah pandangan hidup nasional yang tercermin dalam lambang
nasional. Di daerah - daerah di Indonesia
terdapat pula lambang dan pandangan hidup lokal, baik yang resmi sebagai milik
pemerintah daerah, maupun yang tidak resmi atau milik golongan masyarakat.
C. SANG BHUMI RUWA JURAI
Kata – kata Sang Bhumi Ruwa
Jurai tervantum dalam lambang daerah tingkat 1 Propinsi Lampung. Lambang daerah
Lampung itu berbentuk perisai bersegi lima dengan lukisan Payung yang melindungi
siger (mahkota) dengan sebuah gong bersilang laduk (golok) dan payan (tumbak)
di belakangnya, yang dilingkari setangkai padi dan setangkai lada yang
bertolak dari aksara asli, dengan pita
bertulisan Sang Bhumi Ruwa Jurai.
Kata – kata Sang Bhumi Ruwa
Jurai adalah bahasa daerah yang terdiri dari kata Sang artinya yang mulia, bumi
artinya tanah kediaman, ruwa artinya
dua, jurai artinya garis keturunan.
Jadi Sang Bumi Ruwa Jurai adalah tanah kediaman mulia dari dua asal keturunan,
yaitu masyarakat pnduduk asli dengan masyarakat pendatang atau (transmigrasi).
Dengan demikian arti
filsafat dari lambang itu adalah walaupun Masyarakat Lampung berbeda asal -
usulnya, namun ia bersatu dan rukun dalam satu kesatuan daerah, membangun
bersama daerahnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahterah dalam kesatuan
Republik Indonesai berdasarkan Pancasila. Negara kesatuan dilambangkan dalam
bentuk paying yang berjari 17, beruas tepi 8, bergaris batas ruas 19 dan
berumbai 45.
Selain lambang daerah yang
resmi tersebut, dikalangan masyarakat penduduk asli, masih terdapat pandangan
hidup yang disebut Pi-iL Pessenggiri dalam arti mempunyai harga
diri, ditarik dari kat pi-il yang
rasa (malu) pessenggiri yang artinya
kepribadian (tidak mau kalah). Jadi pi-il orang Lampung terdiri dari lima sila,
yaitu pessenggiri artinya tidak mau
kalah, nemui nyimah artinya suka
menerima dan memberi, nengah nyappur
artinya suka bergaul dan bermusyawarah, sakai
sambayan artinya suka tolong menolong, dan juluk edek artinya suka bergelar dan bernama baik.
D. SWASTIKA
Di Bali selain lambang
daerah, terdapat pula lambang keagamaan, yang merupakan lambang suci agama
Hindu yaitu Swastika. Lambang ini
berbentuk silang mirip dengan lambang Nazi Jerman Hitler, atau mirip dengan
galaxy (kumpulan bintang – bintang di cakrawala) yang merupakan dasar kekuatan
alam.
Menurut ajaran Hindu Bali
kata Swastika itu terdiri dari kata Su
(baik), asti (adalah), ke (menunjukkan sifat). Jadi swastika berarti bersifat baik. Kata –
kata itu terjelma pula dalam pergaulan, misalnya ketika memberi salam dengan
menyebut om swastiastu, maksudnya om
(aksana suci untuk Sang Hyang Widhi), Swasti adalah baik, astu (mudah -
mudahan). Jadi om swastiastu adalah semoga (anda) dalam keadaan baik atas
karunia Sang Hyang Widhi (Tuhan). Jika menjawab salam menyebut om shanty,
shanty, shanty, maksudnya semoga damai atas karunia Hyang Widhi.
Dalam bahasa Sansekerta
Swasti adalah kebahagiaan, dengan demikian dapat disimpulakn bahwa pandangan
hidup masyarakat Hindu Bali bertujuan mewujudkan kehidupan damai dan
berbahagia. Hal mana dapat dibandingkan dengan ucapan agama Islam Assalamu ‘alaikum warahmatuLlahi Wa
Barakatuh dalam arti selamatlah anda dan semoga Tuhan memberikan rahmat dan
bekahnya. Begitu pula dalam Islam dikatakan baldatu
thayyibatun wa Rabbun Gafur (surah Saba’
(43) ayat (15) yang artinya masyarakat atau Negara yang baik dan Tuhan Yang
Maha Pengampun. Jadi dalam pandangan hidup Islam bertujuan mewujudkan Negara
yang baik yang diridhoi Allah SWT.
E. MUSYAWARAH.
Istilah musyawarah berasal
dari bahasa Arab dan ajaran Islam, misalnya di dalam Al-Qur’an surah Asysyuraa
(42) ayat 38 dikatakan:
“Wallaziena tajaabu
lirobbihim wa aqaamushshalata wa amruhum suraa bainahum wa mimma razaqnaahum
yunfiqun”
Maksudnya:
“dan (bagi) oaring – orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan), dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan
antara sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka”.
Di dalam kitab suci agama
Kristen tentang permusyawaratan perwakilan antara lain dikatakan:
“Pada hari – hari itu
berdirilah Petrus di tengah – tengah saudara – saudara yang sedang berkumpul itu, kira – kira seratus dua
puluh orang banyaknya” (kis 1:15).
“Maka bersidanglah Rasul –
Rasul dan penatua – penatua untuk membicarakan soal itu” (kis 15:6).
Dengan adanya ajaran –
ajaran agama tersebut maka bertambah kuatlah system deokrasi diantarakalangan
rakyat yang memang sejak zaman melayu polinesia, masyarakat adapt yang di dusun
dan di desa, dilinkungan kerabatnya, telah melaksanakan system musyawarah dalam
melaksanakan pemerintahan kekerabatannya.
Peribahasa Melaayu
mengatakan:
“Bulat air oleh pembuluh,
Bulat kata oleh mufakat”, artinya, bersatunya air karena adanya
penyalur, bersatunya kata karena mufakat. Jadi mungkin saja didalam
permusyawaratan terjadi perbedaan pendapat, namun dikarenakan saling pengertian
di antara pesertanya menimbulkan kesepakatan.
Demikian masyarakat
Indonesia di dusun – dusun (Sumatera Selatan, Gorontalo), di marga – marga
(Sumatera Selatan, Lampung), di Hutan dan Kuria (Tanah Batak), di nagari –
nagari dan kampuang (Minangkabau), atau di desa – desa dan pedukuhan (di Jawa)
dan berbagai daerah lainnya. Kesemuanya dalam mencari suatu penyalesaian dalam
masalah dipecahkan dengan musyawarah dan mufakat.
Jika kesepakatan telah
tercapai maka semua anggota masyarakat mantaati dan melaksanakan keputusan
pemimpinnya. Adanya ketaatan rakyat kepada pimpinannya dikarenakan rakyat telah
mengkrarkan kepemimpinannya kepada pemimpin ketika pemimpinnya itu diangkat
dalam suatu upacara. Di daerah Gorontalo Sulawesi Utara, ketika upacara
pengangkatan marsaoleh (kepala
daerah) dikrarkan oleh wakil – wakil rakyat terhadapnya sebagai berikut:
“Hulanggili hulalata, wolihi
patoo data, wapato piatu buata, holo tapilangata, latau datata, mahinti
mongolomota Bali mopoopatoto, moputi ode
huatu”.
Maksudnya:
“Bulan kerajaan, bulan
dataran. Tiang tumpuan Negara. Empat rotan pemukul. Pada tuan sekalian
bersandarlah kepercayaan khalayak ramai. Penyelidik dan pemeriksa. Yang
sekaligus memberikan penerangan, yang mungungkapkan kesucian” (Haga, 1981 :
20).
Tetapi jika kemudian
pemerintahan yang baik diabaikan pemimpin, selagi mereka tahan mereka diam,
setelah mereka tak tahan mereka pergi meningglkan kampong halaman pindah
ketempat lain memasuki permusyawaratan yang lain yang dianggapnya baik. Di
Lampung disebut “liwak pepadun”
(memisah musyawarah), karena para anggota masyarakat adapt bersangkutan sudah
merasa tidak mempunyai pemimpin yang baik lagi.
Dalam hal ini peribahasa Aceh mengatakan:
“Paleh sagou meuleuhob
jurong, paleh gampong tan ureueng tuha”(Dhani, 1982: 5).
Maksudnya :
“Rusak segi (daerah) karena
kotornya jurung, rusak kampong karena tak ada orang tua (orang yang baik)”.
Di dalam pembukaan UUD 1945
alenia keempat akhir dikatakan “….. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Kalimat tesebut mangandung
arti pancasila,yaitu demokrasi berdasarkan himat kebijaksanaan permusawaratan
perwakilan, yang berarti bahwa tinadakan bersama diambil setelah ada keputusan
bersama. Tindakan dan jeputusan bersamam itu ahrus bertanggung jawab kepada
Tuahan Yang Maha Esa, menjunjung nilai – nilai kemanusiaan, menjamin dan
memperkokoh persatuan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia.
F. MAYARAKAT HUKUM ADAT.
Di dalam penjelasan UU no.15
tahun 1979 tentang pemerintahan desa, umum no.6, antara lain dikatakan bahwa UU
ini tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan
masyarakat hukum, adat istiadat dan kebiasaan – kebiasaan yang masih hidup
sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan ketahanan Nasional. Dengan
demikian Undang – Undang Perintahan Desa tetap mengakui adanya kesatuan masyaraat
termasuk didalamnya masyarakat hokum, adapt istiadat dan kebiasaan – kebiasaan
yang masih hidup sepanjang menunjang kelangsunan pembangunan ketahanan
Nasional. Dengan demikian Undang – Undang Pemerintahan Desa tetap mengakui
adnya kesatuan masyarakat hokum adapt. Di bwah ini akan kita telaah tentang
persekutuan hokum adapt.
Persekutuan Hukum Adat dapat
dibedakan antara bentuk perseketuan kekerabatan (keluarga, kerabat, marga),
persekutuan ketetanggaan (kampong, dusun, desa, kuria, nagari, marga) dan
perseketuan keorganisasian (perkumpukan social budaya – agama, social – ekonomi
- plitik).
Istilah masyarakat hukum
merupakan tejemahan dari istilah asing Belanda rechtsgemeenschap, kemudian untuk masyarakat hukum adapt disebut adatrechtsgemeenschap.
Di dalam kepustakaan hukum adakalanya dipakai
istilah masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat. Bagi kami istilah
masyarakat hukum adat pengertiannya bersifat umum dan luas, misalnya dikatakan
masyarakat hukum adat Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, dan sebaginya. Sedangkan istilah persekutuan hukum adapt kekerabatan,
ketetanggaan atau keorganisasian, atau dilihat dari lingkungan masyarakatnya,
misalnya untuk masyrakat hukum adapt Minangkabau disebut persekutuan hukum
adapt Bodi – Caniago, koto – piliang, pesisir, atau seperti di
Lampung persekutuan hukum adapt pepaduan dan
pesisir.
Antara bentuk persekutuan
itu terdapat perbedaan cirinya, terutama yang sifatnya khas adalah dalam
persekutuan hukum adapt kekerabatan. Namun antara bentuk yang satu dan yang
lain tidak berarti lepas kaitannya dilihat dari keanggotaannya, oleh karena
dalam kehidupan masyarakat yang berkembang maju orang – seorang sebagai anggota
masyarakat tidak hanya terikat pada hanya satu keanggotaan persekutuan saja,
melainkan lebih dari satu kesatuan. Misalnya seorang warga desa adalah anggota
persekutuan kekerabatan (sanak – sedulur), anggota persekutuan ketetanggaan
(golongan karya, partai politik, perkupulan pengajian dan sebagainya).
G. PERSEKUTUAN KEKERABATAN.
Dengan istilah persekutuan
kekerabatan yang dimaksud adalah bentuk – bentuk hubungan kekerabatan yang
terjadi dikarenakan ikatan darah (genealogis)
berdasarkan keturunan melalui garis ayah (patrilinial),
atau melalui garis ibu (matriliniar) atau
melalui garis kedua orang tua (parental,
bilateral). Termasuk dalam hunbungan kekerabatan ini adalah anggota –
anggota kerabat yang terjadi dikarenakan hubungan
perkawinan (jujur, semanda, bebas). Begitu pula termasuk disini ialah
anggota – anggota kerabat yang terjadi dikarenakan hubungan atau ikatan adapt (bersaudara angkat).
Persekutuan – persekutuan kekerabatan itu mempunyai tata – tertib adapt sendiri
bahkan adakalanya mempunyai harta bersama, milik bersama, yang dikuasai secara
bersama, untuk kepentingan bersama.
Di daerah Batak yang
persekutuan kekerabatannya bersiat patrilinial, untuk menyatakan kerbat satu
keturunan menurat garis bapak, dipakai istilah marga. Jadi marga adalah
kesatuan anggota kerbat yang berasal dari satu bapak asal. Nama – nama marga
itu adakalanya merupakan nama daerah, kampong asal, seperti di daerah Toba
terdapat nama – nama marga Hutabarat, Hutapea, Hutasoit, Hutajulu, Hutarutuk,
dan sebagainya, dan adakalanya merupakan nama leluhur, seperti Pangabean,
Simatupang, Silitonga, Siregar, Nasution, Lubis, dan sebagainya. Di daerah Karo
dipakai istilah merga, misalnya
tekenal nama merga silima, yang
tediri dari Marga – merga Ginting, karo – karo, Perangin – angina, sembiring
dan tarigan (Djaren Saragih Cs, 1980: 23).
Di daerah Lampung yang
persekutuan kekerabatannya juga bersifat patrilinial, untuk menyatakan kerabat
satu keturunan menurut garis Bapak, dipakai istilah buway. Nama – nama buway itu dipakai nama bapak aslinya, seperti
Buway Nunyai, Buway Unyi, Buway Nuban, Buway Subing, Buway Nobang, Nuway
belunguh, Buway Perja, Buway Pemuka, dan sebagainya. Istilah marga atau mergou
atau migou di daerah ini digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan wilayah
perseketuan hukum adapt, sama dengan Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minagkabau,
Negory di Ambon.
Di daerah Minangkabau yang
persekutuan kekerabatannya bersifat matrilineal, untuk menyatakan kerabat satu
keturunan Ibu asal, dapakai istilah parui
(perut). Jadi kerabat yang anggotanya berasal dari satu ibu disebut sebuah pariuk, maksudnya dari satu perut
(Westenenk, 1981: 37). Sebagai kepala dari satu paruik adalah penghulu yang dipilih adri anggota
kerabat yang pria dianggap cakap untuk itu. Jadi berbeda dari Lampung yang
meakai istilah punyinmbang (pun =
yang dihormati, nyimbang = yang mewarisi), misalnya disebut punyimbang buway utuk kepala keturunan, punyimbang menyanak untuk kepala kerabat
kecil, punyimbang nuwou untuk kepala
kerabat serumah besar, punyimbang marga
untuk kepala kerabat yang semarga, yang terdiri dari satu keturunan inti atau
merupakan gabungan dari beberapa keturunan. Para
puntimbang itu tidak dipilih, melainkan berdasarkan keturunan yang dilimpahkan
kepada anak laki – laki yang tertua dari keturunan yang tertua.
Dilingkungan adat Jawa
bersifat parental, tidak ada bentuk prsekutuan berdasarkan ikatan darah yang
luas. Keluarga jawa hanya terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) beserta anak –
anak yang belum mandiri (berdiri
sendiri). Dalam hal ini Soepomo mengatakan:
“Keluarga Djawa, tidak
bersfat persekutuan hukum. Sesuatu kearga djawa mempunjai harta benda rumah
tangga jang tetap ada, meskipun kepala rumah tangga meninggal dunia. Kepala
rumah tangga atau kepala keluaraga itu mempunjai otoriter terhadap anggota – anggota keluarga (jaitu anak – anaknja
sendiri), akan tetapi keluarga Djawa tidak bersifat tetap, keluarga itu akan
bubar berhubung anak – anak dari keluarga itu akan mentjar, setelah mereka menjadi deawasa; anak – anak itu akan
membentuk keluarga – keluarga baru. Pun oleh karena pertjeraian, sesuatu
persekutuan keluarga dapat bubar” (Soepomo, 1967 : 44).
Oleh karenanya masyarakat
adapt Jawa kehidupannya tiak berdasarkan persekutuan kekerabatan, melainkan
persekutuan ketetanggaan.
H. PERSEKUTUAN KETETANGGAAN.
Istilah ketetanggaan
mengandung mengeandung arti adanya hubungan bertetangga rumah, yang ikatannya
didasarkan atas rasa kekeluargaan antara seama anggota dikarenakan mendiami
satu kesatuan tempat kediaman, di pedukuhan
atau di desa. Peri bahasa Jawa
mengatakan:
“dudu sanak dudu kadang ning
yen mati melu kelangan”. Maksudnya, sanak bukan, saudara bukan, jika ada yang
mati merasa ikut kehilangan.
Sesungguhnya peribahasa itu
menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia
asli yang tradisional di pedesaan. Namun pengaryunya terbawa pulaoleh
masyarakat do kota – kota yang rasa kekeluargaannya masih kuat
dalam kehudupan bertetangga, baik bertetangga karena mendiami satu lingkungan
tempat kediaman, maupun karena satu lapangan tempat kerja, di kantor – kantor,
di pabrik – pabrik, dan sebagainya.
Dalam kepribadian ini
berlaku asas tolong – menolong tanpa melihat adanya hubungan kekeluargaan atau
tidak, tanpa memperhatikan ada tidaknya hubungan kesukuan, keagamaan, golongan
dan aliran, yang dilihat ialah hubungan ketetanggaan, sebagai tetangga
selingkungan tempat kediaman, sekampung sedesa atau juga setempat bekerja.
Sehingga jika ada tetangga yang kematian, tetangga lainnya dtang berkunjung
untuk ikut serta belasungkawa.
Pada umumnya di Indonesia
bentuk persekutuan ketetanggan dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu
persekutuan yang organisasi kemasyarakatannya berdasarkan kesatuan wilayah
semata – mata (territorial) dan persekututn yang organisasi kemasyarakatannya
berdasarkan kesatuan wilayah dan kesatuan keturunan atau kekerabatan
(territorial - geneologis).
Persekutuan yang semata –
mata bersifat territorial adalah seperti meunasah
atau ganpong yang dikepalai oleh imeum atau keucik di Aceh, dusun
yang dikepalai oleh krio di Sumatera
Selatan, lembur yang dikepalai oleh mandor di Pasundan, desa yang dikepalai lurah
di Jawa atau klian desa di Bali, dan sebagainya. Persekutuan yang bersifat
territorial geneologis adalah seperi huta
di Batak, atau kampuang di
Minangkabau yang dikepalai oleh penghulu,
tiyuh yang dikepalai oleh tamukung di Timor (Dawan), sao yang dikepalai
oleh kepala sao di Ambon, dan sebagainya.
Dengan dua bentuk macam
persekutuan tetangga itu, maka terdapat dua macam system kepemimpinan di desa –
desa. Di desa – desa yang semata – mata berdasarkan kesatuan wilayah,
kepemimpinan desa dipegang oleh kepala desa yang sekalgus menjadi ketua Lembaga
Musyawarah Desa (LMD) dan nertindak sebagai kepala adapt. Sedangkan di desa –
desa yang tidak hanya berdasarkan kesatuan wilayah saja tetapi kesatuan kerabat
atau kesatuan adapt, kepemimpinan desa dipegang oleh kepala desa, sedangkan
kepemimpinan adapt dipegang oleh kepala adapt dengan musyawarah adatnya masing
– masing.
Denga lahirnya UU
Pemerintahan Desa no.5 tahun 1979 yang berlaku sejak tanggal 1 Desember 1979,
maka kedudukan pemerintahan desa sejauh mungkin diseragamkan. Di dalam UU
tersebut yang dimaksud desa adalah
suatu wilayah yang ditempati oleh seumlah penduduk sebagi keatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawa camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Republik Indonesia
(pasal 1a).
Kemudian suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibwah camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri, seperti terdapat di kota – kota, disebut kelurahan (pasal 1b). sedangkan dusun adalah bagian wilayah dalam desa
yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintah desa (pasal 1c) dan lingkungan adalah bagian wilayah dalam
kelurahan yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan kelurahan
(pasal 1d).
Dengan demikian maka bentuk
dan corak pemeritahan desa yang beraneka ragam berdasarkan IGO (Stbl. 1906. no.
38) dan IGO (Stbl. 1938. no. 490. jo Stbl. 1938. no. 681) buatan Belanda itu
sudah terhapus karena tidak sesuai dengan bentuk dan system Negara Repblik Indonesia.
I. PERSEKUTUAN KEORGANISASIAN
Istilah keorganisasian yang
dimaksud adalah hubngan keanggotaan dalam satu organisasi atau perkumpulan,
dimana para anggotanya terikat satu sama lain berdasarkan rasa kekeluargaan
dikarenakan terhimpun dalam satu kesatuan organisasi. Organisasi dimaksud
adalah suatu badan (orgaan), yang mempunyai kepala (ketua), mempunyai tangan
(penulis), mempunyai perut (bendahara), dan mempunyai kaki (pelaksana).
Organisasi aau kumpulan itu
dapat berbentuk sederhana yang tidak begitu teratur dan dapat berbentuk modern
yang teratur dengan memakai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang
tertulis. Misalnya perkumpulan keagamaan, senibudaya, muda – mudi, olah – raga,
golongan ekonomi, golongan karya, golongan politik dan sebagainya. Namun yang
penting dalam kita menempatkannya sebagai persekutuan hukum adapt adalah bahwa
sebagai perkumpulan itu berdasarkan asas kekeluargaan dan diatur menurut hukum
adatnya masing – masing, jadi bukan semata – mata berdasarkan kepentingan.
Istilah perkumpulan beasal
dari bahasa Indonesia kumpul, artinya
bersama - sama menjadi satu. Kumpulan artinya
(kelompok) yang telah berkumpul, sedangka perkumpulan
berarti tempat berkumpul atau tempat berhimpun menjadi satu. Perkumpulan
dapat juga disebut himpunan.
Di desa – desa Jawa sering
didengar orang berkata kumpulan di kelurahan, artinya mengadakan pertemun di
kelurahan. Tetapi juga dalam bahasa sehari – hari kumpulan berarti juga kumpulan
yang sifatnya tidak tetap melainkan menurut kebutuhan. Di Bali kumpulan atau
perkumpulan itu disebut seka,
misalnya kumpulan menanam disebut seka
memula, kumpulan mengeam disebut seka
manyi, kumpulan para pemuda disebut seku
truna, kumpulan para gadis disebut seka
daha, kumpulan teri baris disebut seka
baris, kumpulan tbuhan disebut seka
gong.
Di berbagai daerah di Indonesia, baik didesa – desa maupun di kota – kota
terdapat banyak macam perkumpulan dengan berbagai mcam nama, menurut tunjuan
perkumpulan atau menurut nama tempat atau pemimpinnya. Tetapi banyak juga
perkumpulan yang mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai pimpinan tetapi tidak
memakai nama tertentu. Misalnya kumpulan muli
– menganai (bukang gadis) di Lampung yang sewaktu – waktu mwngadakan
pertemuan untuk melaksanakan kegiatan adapt itu tanpa nama, tetapi mempunyai
pimpinan yang disebut kepalo menganai (kepala bujang) dan kepalo
mulei (kepala gadis).
Perkumpulan keagamaan
sederhana sering juga tidak memakai nama tertentu, misalnya hanya disebut pengajian atau karena tempat mengjinya
di mesjid Al-Muttaqien maka pengajiannya disebut pengajian Al-Muttaqien.
Pengajian itu dipimpin oleh guru agama tertentu atau secara berganti – ganti.
Begitu pula kita kenala perkumpulan yang disebut rukun kematian atau tetulung
layat, yang tujuannya untuk membantu keluarga yang kematian dengan
menyediakan biaya penguburan, kain putih pembungkus mayat dan sebaganya.
Perkumpulan – perkumpulan
itu sifatnya lokal terbatas pada lingkungan tertentu. Sifat lokal itu bukan
hanya terdapat pada daerah sendiri tetapi juga di daerah perantauan, misalnya
di kota – kota
besar terdapat perkumpulan – perkumpulan mahasiswa atau pelajar dari berbagi
daerah di Indonesia,
yang tujuannya untuk mempererat kekeluargaan sedaerah asal
Perkumpulan yang sifatnya
nasional kebanyakan berkedudukan di ibu kota
Negara, di Jakarta atau di Yogyakarta dan kota
lainnya. Misalnya kit kenal dengan organisasi yang disebut Himpuan Mahasiswa
Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI), dan sebagainya. Begitu pula dengan Golongan Karya
(GOLKAR), dan partai – partai polotik, seperti Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dengan masing – masing mempunyai
organisasi – organisasi pendukungknya.
Kesemua bentuk organisasi
yang beraneka ragam itu mempunyai pemerintahan organisasi sendiri, mempunyai
pengurus yang tetap dan teratur berdasarkan hkum adatnya masing – masing.
Dengan demikian pengertian organisasi atau perkumpulan yang dimaksud adalah
sebagaimana dikatakan Robert V. Presthus: “Organization is a system of
structural interpersona relations” (Sutarto, 1981; 27). Jadi yang dimaksud
organisasi disini adalah suatu system susunan hubungan – hubungan antar pribadi,
dimana hubungan – hubunga itu berlaku menrurut hukum adapt terlepas dari hukum
ketatanegaraan yang umum……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar