SELAMAT DATANG

SEMOGA APA YANG TERDAPAT DALAM BLOG INI DAPAT BERGUNA DAN BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK YANG MEMBUTUHKANNYA SERTA DIGUNAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.

Selasa, 31 Januari 2012

MAKALAH KARAKTERISTIK FILSAFAT HUKUM ISLAM


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR                      .........................................................      i
DAFTAR ISI                                    .........................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN                 .........................................................      1
A.   LATAR BELAKANG             .........................................................      1
B.   RUMUSAN MASALAH         .........................................................      1
BAB II PEMBAHASAN                  .........................................................      2
A.   PENDAHULUAN                   .........................................................      2
B.   TUJUAN SYARA’ (HUKUM ISLAM)...........................................      4
C.   LATAR BELAKANG ADANYA SYARI’AT (HUKUM ISLAM)..      4
D.   RAHASIA DAN FALSAFAH DARI BERBAGAI PERINTAH/KETENTUAN AGAM                                                ......................................................... 7
E.    KRITERIA FILSAFAT HUKUM ISLAM.......................................      7
BAB III PENUTUP                          .........................................................      8
A.   KESIMPULAN                       .........................................................      8
DAFTAR PUSTAKA                       .........................................................      9



KATA PENGANTAR

          Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan karunianya serta rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga makalah Karakteristik Filsafat Hukum Islam ini dapat penulis selesaikan meskipun masih perlu dikoreksi kekurangannya.
            Salawat dan salam kita curahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang membawa syiar-syiar Islam sebagaimana yang kita rasakan pada saat sekarang ini beliau juga merupakan gudangnya ilmu.
            Terima kasih penulis tujukan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Terkhusus terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Hukum Islam karena telah memberi tugas kepada penulis untuk membuat makalah yang berjudul Sistematika Filsafat Hukum Islam, sehingga wawasan dan ilmu pengetahuan penulis bertambah khususnya mengenai Filsafat Hukum Islam.
            Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki, oleh karena itu kriti dan saran sangat penulis betuhkan demi perbaikan makalah selanjutnya.
Wassalam.



TTD    
Penulis.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam tradisi sejarah dan keilmuan Islam, filsafat hukum Islam merupakan disiplin baru, sehingga jika dilihat dalam pembidangan ilmu keislaman tradisional, nama “filsafat hukum” belum dikenal. Kajian yang memiliki kemiripan dalam pembahasan seperti itu dalam tradisi Islam adalah ushul fikih.
Tidak dipungkiri sebagian sahabat seiman justru berpendapat bahwa filsafat itu haram hukumnya. Ada pula yang berpandangan bahwa filsafat adalah wilayah pemikiran yang dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyataannya adalah urusan yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan sejarahnya. Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran filosofis dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.
 Sadar atau tidak lapangan filsafat sangatlah luas, dimana filsafat membahas masalah dalam ruang lingkup pendidikan yang sering didengar dengan sebutan filsafat pendidikan, begitupun dengan lapangan yang lainnya misalakan filsafat matematika, filsafat hukum, filsafat politik, filsafat kemanusiaan dan filsafat yang membahas masalah agama. Begitupun pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna hidup dan hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran reflektif filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam, filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja.
Dalam dunia filsafat dapat diperluas pandangan cakrawala kita dalam melihat dan menyaksikan seraya menambah ilmu dan memperbaiki keyakinan kita bahwa ternyata benar ruang lingkup kajian filsafat sangatlah luas. Hal ini dapat dibuktikan melalui kajian filsafat yang berkenaan dengan masalah epistemology, aksiologi, ontology, kosmologi, etika, estetika begitupun masalah hidup dan masalah jiwa. Filsafat adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa tidak begitu. Pertanyaan demikian adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti kompleksitas kehidupan.
Dalam makalah ini yang coba dibahas pada bab-bab selanjutnya adalah filsafat yang berkenaan dengan hukum islam dikhususkan untuk mengetahui apa sebenarnya karakteristik filsafat hukum islam?


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hukum islam?
2.      Apa yang dimaksud dengan sistematis “ruang lingkup kefilsafatn”?
3.      Apa karakteristik filsafat hukum islam?
4.      Apa itu filsafat?
5.      Samapai dimana objek kajian filsafat hukum?



BAB II
PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK FILSAFAT HUKUM ISLAM YANG BERSIFAT SISTEMATIS
          Filasafat hukum islam sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tentunya ilmu ini mempelajari menganai haikat mendasar dari hukum islam itu sendiri. Mempelajari hukum islam tidak terlepas dari metode atau struktur yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perenungan kefilsafatan dalam hal ini mencapai kesempurnaan tujuan mempelajari filsafat hukum islam. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kata sistematis diapakai karena terdapatnya sesuatu yang acak-acakan atau setidaknya mencoba untuk menjadikan sesuatu itu terstruktur dan teratur. Namun tidak semua kata sistematis dipakai karena terdapatnya sesuatu yang tidak beraturan, karena sistematis tidak hanya diartikan sebagai struktur namun terdapat pula arti yang lain misalkan sesutu yang logis, metodis, infestigatif, dan analis.
            Pembahasan mengenai hukum islam sangatlah luas. Hukum islam meliputi segala aturan atau seperangkat aturan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran serta hadis Nabi atau Sunnah RasulNya, hukum islam juga dapat kita jumpai melalui ijtihad para Ulama’ dll. Hukum islam adalah semua peraturan yang bersumber dari Al-Quran dan Assunnah atau yang berlandaskan pada Al-Quran dan Assunnah yang mengikat setiap orang yang beragama islam. Bahkan ada yang kita jumpai diluar sana yang berpendapat bahwa hukum islam itu hanya berasal dan bersumber pada satu, yaitu pada wahyu Allah SWT. Selebihnya Rasululullah hanyalah mempraktekkan dari apa yang difirmankan Allah kepadanya. Artinya hukum itu sudah ada sebelum manusia ada namun manusialah yang menemuka hukum itu.
            Dalam hal filsafat yang berhubungan dengan hukum islam tidak terlepas dari pegangan utama yaitu Al-Quran dan Sunnah sebagai sember dorongan dan sumber informasi. Menurut Prod. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A berpendapat bahwa  kebanyakan orang sering salah pengertian terhadap Filsafat Islam mereka mengira pembicaraan filsafat islam bertentangan dengan Alquran dan hadits, padahal yang dibicarakan di dalamnya adalah masalah-masalah yang tidak ditemukan penegasannya dalam Alquran dan hadits (zhannya al-adalah) dengan kata lain, filsafat dari filosof muslim ini dapatdisebut hasil ijtihad, sama posisinya dengan hasil ijtihad ahli fikih dalam bidang hukum Islam dan termasuk kebudayaan.
Filsafat islam membahas masalah yang sudah pernah di bahas filsafat Yunani dan lainnya, seperti ketuhanan, alam, dan roh. akan tetapi, selain cara penyelesaian dalam filsafat Islam berbeda dengan filsafat lain, para filosof muslim juga mengembangkan dan menambahkan ke dalamnya hasil-hasil pemikiran mereka sendiri. sebagaimana bidang lainnya (teknik), filsafat sebagaimana induk ilmu pengetgahuan diperdalam dan disempurnakan oleh generasi yang datang sesudahnya. Filsafat islam membahas masalah yang belum pernah dibahas filsafat sebelumnya seperti filsafat kenabian (al-nazhariyyat al-nubuwwat). Dalam filsafat islam terdapat pemaduan antara agama dan filsafat antara kaidah dan hikmah, antara wahyu dan akal. bentuk seperti ini banyak terlihat dalam pemikiran filosof Muslim, seperti al-Madinah al-Fadhilat (negeri utama) dalam filsafat Al-Farabi bahwa yang menjadi kepala negara adalah nabi atau filosof, begitu pula pendapat Al-Farabi pada Nadhariyyat al-Nubuwwat (filsafat kenabian). bahwa nabi dan filosof sama-sama menerima kebenaran dari sumber yang sama, yakni akal aktif (Akal X) yang juga disebut Malaikat Jibril. Akan tetapi, berbeda hanya dari segi teknik, filosof melalui akan perolahan (Mustafad) dengan latihan-latihan sedangkan nabi dengan akal had yang memiliki daya yang kuat (al-qudsiyyat) jauh kekuatannya melebihi akal perolehan filosof, akal had nabi adalah anugrah dari Allah, hal itu diperoleh bukan berdasarkan latihatn-latihan berpikir. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh para nabi (wahyu) tidak mungkin bertentangan dengan pengetahuan yang diperoleh para filosof.
Untuk mencapai tujuan yang mendalam, hakikat terdalam sesuatu dalam dunia filsafat dapat ditempuh beberapa cara atau metode, salah satunya dengan melakukan perenungan kefilsafatan. Perenungan kefilsafatn adalah percobaan untuk menyusun suatu system pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup maupun untuk memahami diri kita sendiri. Menemukan jawaban yang terdalam dari alasan, tujuan, serta lahirnya hukum islam melalui perenungan dapat dilakukan sendiri, bertanya pada diri sendiri. Namun perlu diketahui bersama bahwa perenungan bukanlah melakukan tindakan mengkhayal, melamun atau bukan pula tindakan berfikir yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatn dapat pula dilakukan dengan dua orang teman atau lebih dengan jalan diskusi atau syerng pendapat dan ilmu mengenai pokok ilmu yang dakaji.[1]
            Metode filsafat yang digunakan dalam menemukan hakikat terdalam hukum islam tentu melalui proses berfikir, karena jawaban-jawaban yang diperoleh nantinya tidak boleh mengandung pernyatann-pernyataan yang bertentangan dengan kaedah berfikir. Metode yang digunakan dalam filsafat adalah metode yang ilmiah.
            Ilmiah berarti salah satunya karena terprosedural atau melekat sifat keilmuan dan terfesifikasi, atau sesuai dengan ilmu yang digeluti.
            Sederhananya seorang yang menginginkan tercapainya sebuah harapan dalam suatu bagan pemikiran, katakanlah pemikiran kafilsafatan, tentunya terlebih dahulu perlu dipahami tentanng pengertian dari filsafat atau sekurang-kurangnya dapat kita mengerti dari alur pemikiran yang kita pakai. Sebuah karya atau sesuatu yang ilmiah sudah barang pasti berasal dari yang ilmiah pula, misalkan hukum islam yang dipandang sistematis dalam artian ilmiah berarti berasala dari sesuatu yang ilmiah, dalam hal ini Al-Quran. Walaupun dalam filsafat masih perlu ditetliti keilmiahan sumber hukum tersebut. Sedikit merefresh ilmu tentang filasafat, untuk lebih menambah khasanah pola pemikiran filsafat sebelum kita berfilsafat, seperti pemaparan berikut.
MEMAHAMI FILSAFAT
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti kebijaksanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan). Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.
Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir dengan isaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti.
Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggung jawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba  mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional, dan mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat hakiki, meskipun masih relatif dan subyektif.
Filfasat dipandang sebagai induknya ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi, filsafat disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan (queen of knowledge). Karakteristik berpikir filsafat antara lain, bersifat menyeluruh, bersifat mendasar, bersifat spekulatif.
Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni. Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahuan di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif.
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok, terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu.
Filasafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa – apa yang menarik perhatian manusia, angapan ini diperkuat bahwa sejak abad ke 20 filsafat masih sibuk dengan masalah-masalah yang sama seperti yang sudah dipersoalkan 2.500 tahun yang lalu yang justru membuktikan bahwa filsafat tetap setia pada “metodenya sendiri”. Perbedaan filsafat dengan ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan, sedangkan filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Kesimpulan dari perbedaan tersebut adalah filsafat tersebut adalah ilmu tanpa batas karena memiliki syarat-syarat sesuai dengan ilmu. Filsafat juga bisa dipandang sebagai pandangan hidup manusia sehingga ada filsafat sebagai pandangan hidup atau disebut dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing, Wereld-en levenbeschouwing yaitu sebagai petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia dalam segala bidang kehidupanya dan filsafat juga sebagai ilmu dengan definisi seperti yang dijelaskan diatas.
Syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan yang menyeluruh dan universal, dan sebagai petunjuk arah kegiatan manusia dalam seluruh bidang kehidupannya. Penelahaan secara mendalam pada filsafat akan membuat filsafat memiliki tiga sifat yang pokok, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif itu semua berarti bahwa filsafat melihat segala sesuatu persoalan dianalisis secara mendasar sampai keakar-akarnya. Ciri lain yang penting untuk ditambahkan adalah sifat refleksif krisis dari filsafat.

FILSAFAT HUKUM
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat pendidikan. Cabang-cabang filsafat antara lain: 1) Epistemologi (filsafat pengetahuan), 2) etika (filsafat moral), 3) estetika (filsafat seni), 4) metafisika, 5) politik (filsafat pemerintahan), 6) filsafat agama, 7) filsafat ilmu, 8) filsafat pendidikan, 9) filsafat hukum, 10) filsafat sejarah, 11) filsafat matematika. Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku manusia.Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia, yang disebut etika atau filsafat tingkah laku. Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Filsafat adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek untuk menemukan hakekat yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebenaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang. Ada beberapa pertanyaan mendasar tentang hukum yang menjadi kajian Filsafat Hukum, yaitu:  Apakah hakikat hukum?  Apa dasar-dasar mengikatnya hukum?  Hubungan Antara hukum dan kekuasaan?  Hubungan Antara hukum dan moral?  Hubungan Antara hukum dan keadilan/kesetaraan?  Kebebasan dan hukuman  Hukum dan kesetaraan. Kerangka pemikiran filsafat hukum yang bercirikan mendasar, rasional, reflektif dan komprehensif, diharapkan dapat membantu semua pihak dapat bersikap lebih arif dan tidak terkotak-kotakkeilmuannya yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya.

OBJEK KAJIAN FILSAFAT HUKUM
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn, hal tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia, Wiryono Prodjodikoro, yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah lau orang-orang sebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat, negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi; (3) norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan; (4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer); (6) keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi; (7) proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara lain: (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang; (4) apa sebab orang menaati hukum; (5) masalah pertanggungjawaban; (6) masalah hak milik; (7) masalah kontrak; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunia filsafat hukum.
Sedangkan filsafat hukum adalah ilmu dan ajaran tentang azas-azas dasar hukum, sekaligus merupakan ilmu/ajaran tentang nilai-nilai dasar hukum, yang mengkaji tujuan pokok dari hukum dalam hubungannya dengan sebagian masalah sentral tentang pembenaran/justifikasi sebab, dasar dan untuk apa hukum itu ada dan harus ada. Filsafat hukum memfokuskan pada nilai dasar sebagai obyek pokoknya.
Soejoeno Koesoemo Sisworo merumuskan definisi Filsafat Hukum, yaitu: (hasil) pemikiran yang metodis sistimatis dan radikal mengenai hakekat dan hal-hal fundamental dan marginal dari hukum dalam segala aspeknya, yang peninjauannya berpusat pada empat masalah pokok, yaitu: 1) hakekat pengertian hukum; 2) cita dan tujuan hukum; 3) berlakunya hukum  dan 4) pelaksanaan/pengalaman hukum.
Fungsi filsafat hukum adalah catur mancala: 1) fungsi transendental logis, yakni mencari dan menyusun pengertian dasar hukum yang fundamental; 2) fungsi fenomenologis, yakni meneliti sejarah universil dari hukum sebagai bentuk pengejawantahan dari cita hukum yang lestari; 3) fungsi deontologis, yakni meneliti cara hukum cq terutama keadilan dan hukum kodrat, sebagai ukuran adil dan umum bagi keadilan/kebenaran atau kedholiman hukum positif; 4) fungsi ontologis, yakni mencari dan menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan secara struktural dan ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri di atasnya.

KARAKTERISTIK FILSAFAT HUKUM ISLAM YANG SISTEMATIS
            Hukum islam ketika dilihat dari sudut pandang filsafat dalam tujuan mencapai hakikat mendalam dari hukum ini, tentu harus menggunakan metode filsafat, salah satu metode filsafat yaitu sistematis.
Sistematis adalah sustu metode yang digunakan dalam filsafat ketika hendak menemukan kedalaman hakikat sesuatu. Sistematis seperti yang dibahas sebelumnya berarti terstruktur, sesutu yang logis, metodis, infestigatif, dan analis. Sistematis dalam artian sesuatu yang rasional dan tidak keluar dari kerangka berpikir atau logika.
Yang dimaksud dengan hukum islam yang sistematis, hemat penulis berpendapat bahwa, adalah metode atau cara yang digunakan dalam berpikir atau berfilsafat untuk menemukan hakikat  mendalam, kebijaksanaan, dengan kata lain hikmah dibalik adanya hukum islam itu sendiri. Misalkan hukum islam yang berkenaan dengan  pencurian yang kemudian diberikan sanksi potong tangan, itu kemudian memberikan hikmah yaitu efek jera dari pelaku-pelaku pencuri lainnya. Berbeda dengan hukum positif yang khususnya digunakan dinegara Indonesia yang mayoritas penduduknya islam, itu kurang disiplin dalam memberikan sanksi. Penjara misalkan yang dianggap sebagai efek jera, justru membuat kejahatan semakin menjadi-jadi karena dalam penjara terdapat kenikmatan sendiri yang didapat oleh mereka yang melakukan kejahaatan atau pencurian. Dalam hukum islam juga terlihat keadilan berimbang yang labih ketimbang hukum positif.
Semua hukum yang ada dalam islam bersumber dari yang Maha Menciptakan huku itu sendiri, dan keseluruhannya terdapat hikmah dibalik dari hukum isalam, dan banyak hikmah yang terkandung didalamnya. Heukum islam menghendaki kehidupan yang sejahtera, aman, damai dan tenteram. Hukum islam tidak mengenal siapa pelaku kejahatan asalkan melakukan kejahatan tentu diberlakukan sanksi baginya. Sanksi dalam islam kerika dilihat dari kaca mata filsafat, bukan merupakan sanksi yang berat atau melanggar hak asasi manusia, misalkan. Karena dengan sanksi yang semacam itu, membuat mereka yang berniat melakukan kejahatan cenderung berpikir untuk melakukannya, atau mereka yang sudah melakukannya niscaya enggan untuk mendekati perbuatan itu lagi.


BAB III
PENUTUP
KESIMPUALAN
Pembicaraan tentang filsafat hukum Islam, sebenarnya tidak didudukkan untuk saling menafikan atau membongkar dan membuat yang baru, melainkan semata-mata cerminan dan perhatian utama yang diberikan oleh masing-masing pemikir. Ada kalanya seseorang lebih suka berbicara tentang hukum sebagai bersumber dari Tuhan. Orang lain lebih suka berbicara tentang metode menggali hukum dari sumbernya. Sementara pemikir lain lebih suka berbicara tentang tujuan dan seterusnya. Kajian-kajian yang bervariasi dewasa ini semestinya digunakan sebagai cara mempertajam analisa dalam wacana hukum Islam.
Dengan kata lain teori hukum Islam sebenarnya telah ditulis lengkap dengan segala isinya, mulai dari sumber hukum, validitas sumber hukum, cara memperlakukan sumber hukum, cara mengatasi maslahah, metode penggalian hukum, tujuan hukum dan sebagainya, sehingga secara nyata telah di bahas dalam hukum Islam meliputi aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis yaitu hakekat hukum, sumber dan cara memperoleh hukum dan tujuan hukum. Ketika sebuah “negara Islam” misalnya, menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri itu jelas prosesnya mulai dari fakta tekstual berupa al Qur’an dan Sunnah sampai putusan hukum.
Hukum Islam merupakan “kerjasama” antara Tuhan dan manusia. Yang bagian Allah lebih kurang tak bisa diubah lagi, sementara manusia berwenang apa yang menjadi bagiannya. Dalam hukum Islam juga ada berbagai aliran madhzab, tetapi semuanya menerima al Qur’an, Sunnah dan ijtihad sebagai sumber hukum. Ketiganya merupakan platform minimal yang disepakati dalam pembentukan aturan hukum.
Ketika sudah diyakini bahwa hukum Islam adalah hukum Tuhan, sumber hukum telah jelas, tugas manusia telah jelas, maka seluruh kebaikan yang ditemukan oleh sejarah pemikiran manusia sampai dewasa ini, bisa dipergunakan untuk mempertajam atau melengkapi aspek-aspek pemikiran hukum dalam Islam. Tampaknya pandangan dalam filsafat hukum konvensional (umum) pun juga amat berguna dipelajari oleh ahli hukum Islam agar keseluruhan kerja pemikiran hukum dalam Islam dilakukan dengan seimbang, sehingga produk pemikiran hukum menjadi aturan yang benar-benar matang dan komprehensif.
Di sini hukum Islam mampu memenuhi dambaan sebuah hukum yang berlaku secara universal dan abadi. Karena manusia kemudian mempunyai hak untuk menemukan hukum, memberikan tafsiran, mengembangkan dan lain sebagainya, maka hukum Islam bisa menjadi hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat, yang tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Hukum Islam juga dalam batas tertentu diputuskan oleh hakim dengan merunut konsep tujuan hukum yang dirumuskan oleh para ahli demi kepentingan manusia.
Penonjolan hukum Islam sebagi hukum illahi, bukan hukum hasil buatan manusia merupakan cerminan dari janji kesanggupan untuk memelihara kebenaran illahi agar terjaga sepanjang masa supaya selalu siap diekplorasi disetiap zaman ketika dibutuhkan.




DAFTAR PUSTAKA
http://www.usc.edu/dept/msa/law/alalwani.  Akses tanggal 30 Desember 2010.
http://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Khaldun. Akses tanggal 30 Desember 2010.



[1] Prof.  Dr. Louis O. Kttsoff,  Pengantar Filsafat,  Tiara Wacana Yogya, Banten 1987, H.6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar