SELAMAT DATANG

SEMOGA APA YANG TERDAPAT DALAM BLOG INI DAPAT BERGUNA DAN BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK YANG MEMBUTUHKANNYA SERTA DIGUNAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.

Selasa, 31 Januari 2012

MAKALAH PERKARA PERDATA


OLEH :
Ø AMIR SYAM MARSUKI
Ø HUDALINNAS
Ø SUMARDI
Ø NURWAHIDAH
Ø JUMLIADI

PERADILAN AGAMA
FAK. SYARI’AH & HUKUM
UIN ALAUDDIN SAMATA-GOWA
2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Dewasa ini para pakar masih mengalami kesulitan dalam mengartikan dan mendefinisikan hukum, namun bukan berarti pengertian tentang hukum tidak mereka ketahui. Dalam dunia hukum memiliki objek kajian yang sangat luas, karena menyentuh berbagai aspek. Bahkan hampir semua yang dibicarakan ummat manusia dewasa ini, memiliki unsur hukum di dalamnya, baik antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, individu dengan masyarakat dan individu dengan negara.
Objek kajian hukum dapat dilihat dengan membagi menjadi disiplin hukum yang membahas ilmu hukum, filsafat hukum dan politik huku. Sedangkan untuk mengenal hukum sebagai ilmu tentang kenyataan dapat dibagi menjadi sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Begitupun ilmu hukum juga sebagai ilmu kaidah. Serta masih banyak objek kajian hukum yang belum disentuh dalam makalah singkat ini.
Sebagai bangsa yang hidup di negara hukum, seyogyanya bangsa ini sadar hukum dengan jalan mengenal hukum. Untuk mengenal hukum lebih jauh, maka lebih spesifik hukum dibagi menjadi hukum ketatanegaraan, hukum pidana dan hukum perdata. Khusus dalam makalah kali ini penulis akan membahas hukum perdata.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok permasalahan dalam penulisan ini yaitu: “Apakah yang dimaksud dengan hukum perdata”?. Selanjutnya untuk membahas secara rinci dan terarah, maka penulis membagi pokok masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud perdata?
2.      Apa ruang lingkup hukum perdata?

BAB II
PERKARA PERDATA
A.      Sejarah Keperdataan
Indonesia tidak terlepas dari sejarah masuknya hukum perdata di tanah air Indonesia ini serta tidak terlepas dari sejarah terbentuknya hukum perdata di Belanda. Hukum perdata berlaku atas asas-asas concordancy (ketentuan hukum yang berlaku di tanah jajahan sama dengan ketentuan hukum yang berlaku dari negara asal). Hukum perdata banyak diadopsi dari hukum perdata Prancis yang dikenal dengan nama code civil atau hukum yang dibukukan. Hukum perdata juga berasal dari hukum Romawi yang dikenal dengan nama corpus coris civilis. Hukum perdata Belanda kebanyakan diadopsi dari hukum perdata kuno.
Hukum perdata di Indonesia berasal dari Prancis, Romawi, Belanda, Indonesia. Pada tahun 1838 Belanda kemudian membuat kodifikasi hukum di bidang hukum perdata, 10 tahun kemudian ketentuan itu juga diberlakukan pada tahun 1848 di Indonesia sebagai negara jajahan tetapi hanya digolongan Eropa atau yang dipersamakan dengan mereka.
Golongan penduduk di Indonesia pada saat itu ada tiga:
1.    Eropa. Eropa asli & bukan Eropa (Belanda).
2.    Timur asing. Cina (Tionghoa), bukan Cina (India).
3.    Pribumi. Golongan Indonesia asli yang bukan Eropa dan timur asing dan orang Eropa dan timur asing yang masuk dan menyesuaikan diri di Indonesia.
Bagi penduduk Eropa hanya berlaku hukum perdata barat. Sedangkan bagi penduduk timur asing hanya berlaku hukum asal dalam perdata barat. Dan bagi penduduk pribumi, masing-masing berbeda. Untuk golongan Indonesia asli berlaku ketentuan hukum adat. Dan yang berasal dari Cina dan Eropa berlaku ketentuan KUHPdt (BW), KUHDagang.
Golongan warga negara yang bukan berasal dari Cina dan Tionghoa, sebagai pelaku BW, tapi sebagian besar berlaku hukum adat. Untuk golongan Indonesia asli diatur dalam pasal 163.
Pedoman politik dari pemerintah Hindia Belanda dituliskan dalam pasal 131 yang pada bentuknya sbb:
1.    Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing jika ternyata kebutuhan masyarakat mereka terpenuhi/mengindahi maka peraturan untuk golongan Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
2.    Untuk orang Indonesia dan timur asing sepanjang mereka belum ditentukan di bawah suatu peraturan bersama mereka diperbolehkan untuk mengundurkan diri ikut dalam ketentuan hukum Eropa ketentuan ini bisa dilakukan bersama atau sendiri.
B.       Pengertian Perdata dan Hukum Perdata
Perdata adalah perseorangan atau yang berkenaan dengan orang sipil atau orang biasa.[1]
Sedangkan hukum perdata diartikan sebagai hukum yang mengatur hak, harta benda, dan perhubungan antara orang dengan orang dalam suatu negara.[2]
Istilah hukum perdata pada umumnya meliputi hukum perdata formil atau disebut pula hukum acara perdata dan hukum perdata materiil. Hukum perdata formil atau hukum acara perdata adalah ketentuan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum perdata materiil. Adapun hukum perdata materiil adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan menentukan hak, kewajiban, dan kepentingan yang bersifat keperdataan seseorang (termasuk badan hukum). Selain itu secara luas, pengertian hukum perdata meliputi hukum perdata umum sebagaimana diatur dalam KUHPdt dan hukum perdata khusus (hukum dagang) sebagaimana diatur dalam KUH Dagang beserta peraturan perundang-undangan lainnya atau secara sempit terbatas pada hukum perdata umum sebagaimana diatur dalam KUHPdt. Hukum perdata ini merupakan bagian dari hukum privat sehingga dapat dinamakan pula hukum sipil.[3]
Hukum perdata menurut ahli hukum adalah, menurut Subekti, menyatakan hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Senada dengan itu, Abdul Kadir Muhammad mengartikan hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang satu dengan orang lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan yang satu dengan warga negara perseorangan yang lain. Demikian pula Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hukum perdata adalah hukum antara perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Dan masih banyak pendapat ahli hukum yang lain yang belum sempat dimasukkan satu persatu oleh penulis.[4]
Berdasarkan pendapat ahli hukum di atas, dapat disimpulkan pengartian hukum perdata yaitu segenap peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lainnya dengan titik berat pengaturannya kepada kepentingan perseorangan atau pribadi.[5]



C.      Ruang Lingkup Hukum Perdata
Berdasarkan pengertian perdata dan hukum perdata di atas, maka dengan jelas dapat diketahui ruang lingkup keperdataan, meliputi:
1.      Buku I membahas tentang orang. Hukum perorangan dan hukum perkelompok atau keluarga.
2.      Buku II mengatur tentang benda/kebendaan dan hukum waris.
3.      Buku III mengatur tentang perilaku, perjanjian atau hak dan kewajiban yang berlaku pada pihak tertentu.
4.      Buku IV mengatur tentang pembuktian dan daluarsa (lewat waktu), perihal alat-alat pembuktian data akibat lewat waktu. Buku keempat menyangkut hukum formil karena merupakan hukum acara perdata sedangkan buku I,II,II adalah mengandung hukum materil
D.      Sumber Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata.
1.    H. I. R. (Hetherzein Indlansch/Indonesich Reglement). Berlaku di wilayah Jawa dan Madura hal ini biasa disebut dengan sebutan reglement Indonesia.
2.    R. B. G. (Rechtsreglement Voor De Ruiten Gewesten) Hukum Acara Peradata di luar Jawa dan Madura.
3.    R. V. (Reglement Op De Burgelijke Rechtvoordering). Hukum Acara Peradata untuk golongan Eropa.
4.    B. W. (Burgelijke Wetbook).
5.    W. V. K. (Wetbook Van Kophandel). KUH Dagang dalam hal ini terdapat pada pasal-pasal tertentu.
6.    UU Kepailitan (Faillissements Verordening).
7.    UU No.7 tahun 1974 tentang Peradilan Ulangan dan Banding Wilayah Jawa dan Madura, sekarang dengan adanya Yurisprudensi berlaku untuk wilayah luar Jawa dan Madura.
8.    UU. No. 1 tahun 1974 dan PP. No.9 tahun 1975.
9.    UU. No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung dan UU No.3 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
10.               UU No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan UU No.8 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
11.               UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No.48 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
12.               Yurisprudensi Mahkamah Agung.
13.               Traktat (Kepres No.6 Tahun 1978) tentang Perjanjian Kerjasama di bidang Peradilan antara RI dengan Thailand yaitu kerja sama dalam penyampaian dokumen-dokumen Pengadilan dan Kerjasama memperoleh Bukti-bukti di bidang Perkara Perdata dan Dagang.
14.               DoktriN (Pendapat para Ahli Hukum yang Diikuti oleh Hakim dalam Putusannya terhadap Perkara-perkara di bidang Perdata).


[1] Sudarsono, Kamus Hukum (Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 354.
[2] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 873.
[3] Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 1.
[4] Ibid.
[5] Ibid., h. 2.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.    Perkara yang berkenaan dengan orang sipil, benda dan badan hukum.
2.     Hukum perdata meliputi hukum yang mengatur tentang orang, benda, badan hukum atau perkara yang menyangkut individu yang satu dengan individu yang lainnya, individu denga badan hukum, individu dengan masyarakat, dan individu dengan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar